Hukum Batas Landas Kontinen Konvensi Jenewa 1958



The Geneva Convention on the Continental Shelf
 ( batas landas kontinen)

    Hukum ini merupakan salah satu dari empat hasil Konvensi Jenewa 1958


1. Dataran Kontinen.


Telah disebutkan bahwa “continental shelf” disebut dengan istilah “dataran kontinen”. Terhadap istilah ini akan dijelaskan pengertiannya dalam pembahasan berikut.
Dataran kontinen sebagai pengertian geologis dari “continental shelf” menunjuk pada bagian daripada dasar laut (“seabed” dan tanah di bawahnya “subsoil”) yang merupakan suatu daerah di bawah permukaan laut (“sub marine areas”) yang berbatasan dengan pantai. Pada umumnya permukaan bumi atau benua pada dasar laut yang berbatasan dengan pantai tidak tiba-tiba menjadi dalam, melainkan kedalaman itu secara melandai dan berangsur-angsur sampai batas terjadi jurang yang curam dan inilah yang dinamakan “dataran kontinen”. Setelah melewati dataran kontinen umumnya dasar laut mulai mendalam dan curam. Sebagaimana telah disebutkan bahwa batas kedalam dataran kontinen tidak menunjukkan ciri yang sama pada semua dasar laut di benua ini, oleh karena itu mengenai batas kedalaman pada dataran kontinen mengemukakan pendapat yang berbeda, misalnya batas kedalaman 130 meter. Sedangkan Proklamasi Truman mengatakan batas kedalam sampai 100 fathom atau kedalaman 200 meter merupakan batas rata-rata untuk memudahkan pembatasan pengertian.



2. Landas Kontinen.

kontinen adalah “continental shelf” dalam pengertian yuridis (hukum) yang terdapat perumusannya dalam Konvensi Hukum Laut 1958 tentang “Continental Shelf”. Istilah “landas kontinen” yang diberikan oleh pakar Hukum Laut Mochtar Kusumaatmadja untuk membedakan dengan pengertian “continental shelf” dalam arti geologis atau dataran kontinen. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya tidak lagi menyebutkan “continental shelf”, tetapi digunakan istilah “landas kontinen” (“continental shelf” dalam arti yuridis).

Secara lengkap pengertian landas kontinen dimuat dalam pasal 1 Konvensi Hukum Laut 1958 tentang Landas Kontinen berbunyi sebagai berikut : “ For the purpose of these articles, the term “continental shelf” is used as referring (a) to the seabed and subsoil of the submarine areas adjacent to the coast but outside the area of the territorial sea, to a depth of 200 metres or beyond that limit, to where the depth of the superjacent water admits of the exploitation of the natural resources of the said areas; (b) to the seabed and subsoil of similar submarine areas adjacent to the coast of islands”.

Dari rumusan pasal 1 tersebut dapat diambil kesimpulan, yang dimaksud dengan landas kontinen pada pokoknya mencakup dasar laut dan tanah di bawahnya yang berdekatan dengan pantai yang merupakan bagian terluar dari laut teritorial sampai kedalaman 200 meter atau di luar batas itu untuk tujuan eksploitasi sumber daya alam dasar laut dan tanah di bawahnya yang berdekatan dengan pantai pulau-pulau.

Dari ketentuan pasal 1 tersebut, batasan atau definisi pengertian landas kontinen merupakan suatu definisi hukum (“legal definition”) yang berbeda dengan batasan pengertian dalam arti geologis semata-mata.

Perbedaan itu dapat dilihat dari pembatasan yang diadakan dengan tambahan kata-kata “ … but outside the area of the territorial sea …”. Tambahan kata-kata ini merupakan pembatasan yang logis, apabila diingat bahwa dasar laut dan tanah di bawahnya di dalam batas laut teritorial, menurut pasal 2 Konvensi I mengenai Laut Teritorial dan Jalur Tambahan, berada di bawah kedaulatan Negara pantai. Demikian juga perluasan pengertian pada paragraf (b) tidak termasuk dalam pengertian “continental shelf” dalam arti geologis murni, merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan.

Sebaliknya perluasan pengertian “continental shelf” pada paragraf (a) dengan ditambahnya kata-kata “…or beyond that limit, to where the depth of the superjacent water admits of the exploitation of the natural resources of the said areas”, menimbulkan masalah, karena selain menggunakan ukuran kedalaman 200 meter juga kriteria “technical exploitability”. 

Menurut pendapat Kusumaatmadja, bentuk rumusan ini menimbulkan suatu keragu-raguan apakah adanya “conditio sine qua non” bagi ketentuan kedua yang didasarkan atas kriteria “technical exploitability” Kalau dilihat dari sejarah terjadinya, ketentuan ini merupakan kompromi antara negara-negara yang berpendirian bahwa “continental shelf” dalam arti Konvensi (“yuridis”) hanya pada “continental shelf” dalam arti geologis, yaitu pada ukuran kedalaman 200 meter (Inggeris, Libanon, Belanda dan Perancis) dan Negara-negara yang hendak memakai kriteria “technical exploitability” (Argentina, Korea dan Panama), maka tambahan kata-kata “… or beyond that limit” harus dianggap sebagai alternatif yang dapat menggantikan kriterium dalam laut (hingga 200 meter) seandainya tidak terdapat dataran kontinen dalam arti geologis (Mochtar, Hukum .., 1979, hal. 161).
Dengan kemajuan perkembangan teknik eksploitasi kekayaan laut yang sangat pesat, ternyata interprestasi ketentuan pasal 1 tersebut diatas hanya ditekankan pada ukuran “technucal exploitability”, sehingga menimbulkan suatu interprestasi bahwa negara pantai mempunyai kedaulatan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di daerah di bawah permukaan laut (“submarine areas”) hingga batas yang dicapai oleh teknik pengambilan kekayaan di laut.

Terhadap interprestasi ketentuan pasal 1 ini, Mochtar memberikan pendapat sebagai berikut (Mochtar, Bunga Rampai, hal. 114) :“ Interprestasi ketentuan pasal 1 demikian tidak dapat diterima, karena akan terlalu menguntungkan negara pantai dengan letak geografi tertentu terutama negara-negara berkembang dengan perkembangan teknologi yang sudah mencapai tingkat yang tinggi. Interprestasi yang melepaskan kriterium “technical exploitability” dari azas kedekatan (“contiguity”) yang laut yang berbatasan dengan pantainya, menyimpang dari dasar pikiran konsep “continental shelf”.

Meskipun lembaga “continental shelf” dalam Konvensi Hukum Laut 1958 berbeda dengan pengertian semula, sehingga melahirkan istilah “landas kontinen” dan “dataran kontinen” namun azas kedekatan dengan kontinen (daratan yang disamakan dengan itu) seperti pulau-pulau atau kepulauan tidak dapat dilepaskan sama sekali, kalau pengertian “continental shelf” dalam arti hukum laut masih hendak diberi arti tersendiri. Tegasnya kekuasaan negara pantai di landas kontinen terhenti dan lewat batas itu harus dimulai dengan pengaturan (regime) samudera dalam (“deep ocean floor”) yang terlepas dari azas kedekatan (“qontiguity). Karena kedua rejim ini, yaitu “continental shelf” dan “deep ocean floor” tunduk pada rejim hukum yang berlainan.

Menurut eko, dari rumusan pasal 1 tersebut, landas kontinen meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya yang berdekatan dengan pantai yang merupakan bagian terluar dari laut teritorial sampai kedalaman 200 meter atau di luar batas itu untuk tujuan eksploitasi sumber daya alam dasar laut dan tanah di bawahnya yang berdekatan dengan pantai pulau-pulau. Rezim hukum yang berlaku pada landas kontinen adalah hak-hak berdaulat ( sovereign right) negra pantai yang berarti hak berdaulat untuk eksplorasi dan eksploitrasi hanya dapat dilakaukan oleh negara pantai. Hak berdaulat selain berlaku untuk kedalaman 200 meter juga berlaku untuk Negara-negara yang karena ilmu pengetahuan dan teknologinya memungkinkan untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi (tidak ditujukan untuk semua Negara, hanya Negara tertentu saja).


Dalam melaksanakan hak-hak eksplorasi dan eksploitasi di landas kontinen negara pantai tetap menjamin hak negara lain dalam melakukan pelayaran dan penerbangan di perairan diatas landas kontinen dan udara diatasnya. Dalam hal ini tanpa suatu alasan yang jelas negara pantai tidak boleh menghalang-halangi pelayaran dan penerbangan yang dilakukan oleh kapal atau pesawat asing tersebut. Maka untuk kepentingan pelayaran dan penerbangan ini negara asing berkewajiban untuk mentaati peraturan-peraturan yang dibuat negara pantai tersebut.

Post a Comment for "Hukum Batas Landas Kontinen Konvensi Jenewa 1958"