Hukum Laut Teritorial Konvensi Jenewa 1958



a. The Geneva Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone
     Laut Wilayah (the Territorial Sea)
     
    Hukum ini merupakan salah satu dari empat hasil Konvensi Jenewa 1958

Pasal 1 dari Territorial Sea Convention 1958 dan Pasal 2 dari UNCLOS mendefinisikan laut wilayah sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daratan suatu negara dimana negara memiliki kedaulatan atasnya. Dalam hukum kebiasaan internasional lebar laut wilayah hanyalah 3 mil laut namun sejak UNCLOS pengakuan negara-negara telah berubah menjadi 12 mil laut dari garis batas pantai sebagaimana diatur menurut UNCLOS.
Dalam mengukur garis batas pantai maka Pasal 3 dari Konvensi Jenewa 1958 menegaskan bahwa “ garis batas normal (normal base line) ditetapkan dari garis batas ketika pasang surut seseuai dengan bentuk pantai yang diakui oleh negara pantai tersebut. Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang diatur oleh Pasal 5 UNCLOS.

Namun demikian ada beberapa tambahan yang diakui dalam UNCLOS yaitu:

1. Straight Baselines (Garis Batas Lurus)
Jika ada negara pantai yang memiliki garis batas pantai yang tidak beraturan sehingga memunculkan lekukan-lekukan dalam dari negara pantai tersebut, dimungkinkan bagi negara pantai untuk menarik garis batas sesuai dengan titik-titik terluar dari bentuk yang berlekuk-lekuk tersebut dengan cara menarik garis lurus diantaranya (lihat Pasal 4 Konvensi Jenewa 1958 dan Pasal 7 dari UNCLOS).

2. Bays/Teluk
Pasal 7 dan Pasal 10 UNCLOS menyatakan bahwa suatu bagian laut yang menjorok ke dalam yang lebar mulutnya tidak melebihi 24 mil dalam suatu negara, dapat memungkinkan negara tersebut untuk menarik garis lurus sehingga semua perairan dalam teluk tersebut menjadi laut wilayah dari negara pantai tersebut.
Jika ternyata bagian dari teluk tersebut merupakan wilayah dari dua atau lebih negara yang berbeda maka harus ada pengaturan khusus dalam sebuah perjanjian diantara negara-negara yang memiliki perbatasan pantai dengannya. Dalam kasus Case Concerning Land, Island and Maritime Frontier Dispute (1992) Mahkamah Internasional memutuskan perlunya kewenangan bersama atas wilayah teluk tersebut kecuali wilayah 3 mil laut sesuai dengan garis pantai negara masing-masing.

3. Garis batas teluk tradisional (Historic Bays)
Suatu wilayah teluk yang telah diklaim menjadi milik suatu negara dan selama ini tidak pernah ada tuntutan balik dari negara-negara lainnya dapat dianggap sebagai perairan pedalaman dari negara yang melakukan klaim atas dasar garis batas teluk yang secara tradisional menjadi wilayah kedaulatan mereka.
Pada laut wilayah negara memiliki kewenangan untuk menegakkan yurisdiksinya. Dalam hal ini negara pantai berwenang untuk mengeksploitasi, mengeksplorasi wilayah tersebut termasuk dasar laut dan kekayaan alam hayati maupun non hayati dalam air tersebut.
Meski demikian, Pasal 14 dari Konvensi Jenewa memberikan pembatasan terhadap hak negara pantai tersebut untuk tetap menyediakan jalur khusus bagi pelintasan kapal-kapal asing yang akan melewati laut wilayah tersebut. Jalus tersebut sering disebut sebagai Innocent Passage atau Jalur Lintas Damai.
Jalur ini dipahami sebagai jalur tradisional yang biasa dilalui oleh kapal-kapal dagang/pariwisata asing untuk secara bebas melintasi jalur tersebut tanpa ada niatan untuk berhenti, memasuki perairan pedalaman, melakukan komunikasi dengan orang/lembaga dari negara pantai dengan syarat dilakukan secara damai dan tunduk kepada perintah keamanan negara pantai.

Ketika suatu kapal sedang melintasi jalur lintas damai maka negara pantai hanya memiliki yurisdiksi terbatas baik secara perdata maupun pidana terhadap kapal dan segala isinya yang melintas di jalur tersebut. Pasal 19 dan Pasal 20 memberikan pengaturan akan hal itu. Sehingga yurisdiksi yang berlaku di atas kapal adalah yurisdiksi dari negara bendera kapal dan bukan negara pantai kecuali:
1.       Dampak atau akibat dari tindak pidana tersebut sampai pada negara pantai yang bersangkutan
2.      Jika kejahatan tersebut dilakukan untuk mengacaukan perdamaian dan keamanan dari negara pantai
3.      Jika ada permintaan dari kapten kapal atau konsul dan perwakilan diplomatik bendera kapal terhadap negara pantai
4.      Jika ada dugaan kuat bahwa kapal tersebut dan awak kapalnya melakukan penyelundupan obat-obatan terlarang

Laut Territorial adalah wilayah laut yang berada pada sisi luar garis pangkal yang berada di bawah kedaulatan Negara pantai. Dalam UU No 4 Prp Tahun 1960 Laut wilayah (laut territorial-territorial sea) adalah lajur laut yang terletak pada sisi luar dari pada garis pangkal atau garis dasar. Garis pangkal atau garis dasar adalah garis dari mana laut wilayah mulai diukur keluar. Laut wilayah pada sebelah luar ini dibatasi oleh suatu garis luar (outer-limit) yang ditarik sejajar dengan garis pangkal. Jarak antara garis pangkal (dasar) dan garis luar adalah 12 mil laut.




Zona Tambahan (the Contiguous Zone)

Pasal 33 dari UNCLOS menyatakan bahwa daerah yang berbatasan langsung antara laut wilayah dan laut lepas dapat diklaim menjadi zona tambahan bagi negara pantai untuk kepentingan-kepentingan sebagai berikut:

1. Mencegah pelanggaran kepabeanan, bea cukai, fiskal, imigrasi atau ruang bagi karantina barang-barang tertentu yang akan masuk negara pantai dari laut.
2. Wilayah untuk menghukum para pelaku pelanggaran dalam butir pertama tersebut

Zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil diukur dari garis batas pantai waktu air laut surut. (Lihat Pasal 33[2]) dari UNCLOS. Terhadap zona tambahan berlaku hak-hak berdaulat dan yurisdiksi tertentu, dimana hak-haknya aldalah berkaitan dengan custom (bea cukai), untuk bidang imigrasi, perpajakan fiscal serta karantina kesehatan lautan (sanitary).


Post a Comment for "Hukum Laut Teritorial Konvensi Jenewa 1958"