Model Belajar tipe Role Playing


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada para siswa kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan tipe yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan.
Ragam dari tipe mengajar sebenarnnya tidaklah terbatas. Guru bebas menggunakan berbagi tipe yang sesuai dengan kondisi siswanya. Salah satu tipe yang bisa digunakan adalah tipe Role Playing. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Blatner (2002), Gangel (1986), dan Maier (2002) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan tipe Role Playing siswa dikondisikan untuk bisa mengambil keputusan. Keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil analisis terhadap permasalahan yang sedang dihadapi siswa.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan makalah dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.         Apakah pengertian dari tipe Role Playing?
2.         Bagaimana langkah-langkah dalam tipe Role Playing?
3.         Apakah kelebihan dan kekurangan dari tipe Role Playing?
4.         Apa saja masalah-masalah yang timbul dalam tipe Role Playing?



1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui tipe Role Playing.
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah dalam tipe Role Playing.
3.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tipe Role Playing.
4.      Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam tipe Role Playing.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu (Gangel, 1986). Tipe Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Tipe ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Menurut Gangel (1986), role playing adalah suatu tipe mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Pandangan senada dikemukakan oleh Blatner (2002), menurutnya role playing adalah sebuah tipe untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut situasi sosial yang kompleks. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya. Salah satu struktur permainan menurut Gangel (1986) adalah sebagai berikut:
1.      Persiapan
a.       Tentukan masalah
b.      Buat persiapan peran
c.       Bangun suasana
d.      Pilihlah tokohnya
e.       Jelaskan dan berikan pemanasan
f.       Pertimbangkan latihan
2.      Memainkan
a.       Memainkan
b.      Menghentikan
c.       Melibatkan penonton
d.      Menganalisa diskusi
e.       Mengevaluasi
Semuanya berfokus pada pengalaman kelompok, bukan pada perilaku unilateral guru. Kelompok harus berbagi dalam menentukan masalah, membawakan situasi dalam role playing, mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman. Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, guru yang bijaksana akan mencoba menerima para sukarelawan daripada memberikan tugas. Murid harus menyadari bahwa kemampuan berperan dalam permainan peran ini tidak kaku, tetapi spontan bebas memeragakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut. Para pemain mungkin dilatih di depan umum sehingga penonton tahu apa yang diharapkan atau mungkin juga pemain dilatih secara pribadi sehingga penonton dapat menafsirkan arti dari perilaku mereka. Biarkan kreativitas dari pemainnya berkembang dalam memerankan tokoh dan jangan terlalu kaku pada situasinya.
Situasi diskusi dan analisa permainan peran tergantung pada seberapa baiknya kita melibatkan penonton. Pertanyaan kunci yang mungkin ditanyakan oleh pemimpin dan/atau kelompok-kelompok mungkin mulai terbentuk. Seluruh anggota kelompok (para pemain dan penonton) seharusnya berpartisipasi, dan reaksi-reaksi pemain mungkin memberi manfaat dibandingkan dengan penonton. Sama seperti para pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang disampaikan. Penting untuk mengevaluasi permainan peran dengan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan. Mengelompokkan perilaku sering kali dilakukan secara berlebihan dan masuk dalam proses belajar. Evaluasi harus dilakukan pada kedua kelompok dan dalam tingkat-tingkat pribadi, pertanyaan yang muncul seputar kevalidan tujuan utama. Dari keseluruhan proses, perlu untuk menghadapi masalah-masalah tertentu yang muncul pada saat permainan peran diadakan. Sebaliknya, anggota yang hanya diam saja harus didorong untuk ikut berpartisipasi. Ciptakan suasana di mana dia tidak perlu takut untuk membagikan ide-ide, percaya bahwa tidak ada seorang pun yang akan menertawakan masukannya atau dengan kasar mengkritik kesimpulannya.
Peserta yang terlalu memonopoli harus ditegur pada saat diskusi permainan peran supaya dia tidak mendominasi kelompok sehingga justru menghentikan semangat diskusi. Penyelesaian masalah mungkin membutuhkan beberapa konseling pribadi di luar kelas. Tekanan dan konflik di dalam kelompok tidak selalu buruk. Kadang-kadang elemen-elemen ini bertindak sebagai perangsang untuk berpikir. Ada hal yang dinamakan "tekanan supaya kreatif", dan ini sering kali ditemukan dalam suatu permainan peran ketika semangat dalam kelompok itu mulai muncul. Di akhir diskusi, kelompok secara kolektif mengukur keefektivan dalam memberikan solusi terhadap masalah yang diberikan di awal kegiatan. Teknik permainan peran ini memberikan pendekatan untuk melibatkan murid-murid dalam proses belajar mereka sendiri terhadap penjelasan konsep diri, evaluasi perilaku, dan meluruskan perilaku tersebut dengan kenyataan.
Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengetahui situasi yang diperankan. Semuanya berfokus pada pengalaman kelompok. Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga tokoh dan penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Sama seperti para pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang disampaikan.

Dalam Role playing dan sosiodrama ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Ada sepuluh hal yang dikemukakan oleh Torrance, 1976 (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 189), yaitu sebagai berikut:
1.         Jika mengadakan role playing, hendaknya dapat mencoba peranan dari situasi, jadi orangnya. Aktivitas ini jangan digunakan sebagai terapi.
2.         Tujuannya harus bersifat pendidikan, bukan memiliki hiburan.
3.         Jangan buru-buru, siswa harus mempunyai kesempatan untuk mengikuti peranannya dan situasi kedalaman dan meliputi beberapa aspek.
4.         Problem dan konflik hendaknya berhubungan dengan hal yang akan digunakan siswa, dan berkenaan dengan hal yang akan digunakan siswa.
5.         Situasi hendaknya tepat dengan tingkat daya tarik siswa dan  kematangannya.
6.         Perasaan yang kompleks tidak boleh secara mudah diubah. Fokus dari usaha kelompok ditujukan untuk mencoba cara yang dapat ditempuh untuk mengelola kelakuan seefektif mungkin.
7.         Situasi hendaknya bersifat open ended.
8.         Tekanan juga ditujukan untuk membantu siswa belajar berfikir untuk mereka sendiri.
9.         Situasi dan respon dari actor berkembang. Jangan bicara terlalu banyak untuk diri sendiri.
Shaffel dan Shaffel, 1967 (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 196) menyebutkan ada sembilan langkah dalam  role playing, yaitu:
1.      Memotivasi kelompok
2.      Memilih pemeran casting
3.      Menyiapkan pengamat
4.      Menyiapkan tahap-tahap peran
5.      Pemeranan (pentas di depan kelas)
6.      Diskusi dan evaluasi I (spontanitas)
7.      Pemeranan (pentas) ulang
8.      Diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah
9.      Membagi pengalaman dan menarik generalisasi
Untuk mempersingkat waktu, kelompok kami menerapkan langkah-langkah dalam role playing yang terbagi menjadi tujuh langkah, yaitu :
1.      Memotivasi kelompok
2.      Memilih pemeran casting
3.      Menyiapkan pengamat
4.      Menyiapkan tahap-tahap peran
5.      Pemeranan (pentas di depan kelas)
6.      Diskusi dan evaluasi I (spontanitas)
7.      Membagi pengalaman dan menarik generalisasi

Dari  role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan. Unsur  sampingan yang dapat dicapai melalui  role playing  adalah:
1.      analisis nilai dan perilaku pribadi,
2.      pemecahan masalah,
3.      empati terhadap orang lain,
4.      masalah social dan nilai; dan
5.      kemampuan mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya.

2.2  Kelebihan dan Kelemahan Tipe Role Playing
Kelebihan tipe role playing:
a.       Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
b.      Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
c.       Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
d.      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
Sebagaimana dengan tipe-tipe yang lain, tipe role playing dan bermain peranan memiliki sisi-sisi kelemahan. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu tipe tertentu dapat ditutupi dengan memakai tipe yang lain.
Kelemahan tipe role playing dan bermain peranan ini terletak pada :
a.       Role playing atau bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang banyak.
b.      Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
c.       Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
d.      Apabila pelaksanaan role playing dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
e.       Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui tipe ini.

2.3  Masalah-Masalah dalam Tipe Role Playing
Kekurangan utama dari pengajaran melalui permainan peran adalah ketidakamanan anggota kelas tersebut. Beberapa anak mungkin memberikan reaksi negatif dalam berpartisipasi mengenai situasi yang akan dibahas dan mungkin dikritik oleh anggota lain di kelas itu. Permainan peran memerlukan waktu. Diskusi dalam kelas mengenai permainan peran yang dimainkan selama 5 -- 10 menit mungkin bisa membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Kadang-kadang hasil yang benar-benar bermanfaat dapat dicapai. Pada kesempatan yang lain, karena penampilan yang tidak efektif dari pemainnya, atau penanganan yang salah karena guru tidak mempersiapkannya dengan baik, hasilnya mungkin hanya pengulangan yang dangkal dari apa yang sudah diketahui oleh setiap orang mengenai masalah yang dibahas.
Hubungan antar orang yang ada dalam kelompok merupakan suatu faktor yang penting agar permainan peran bisa berhasil. Kadang-kadang hubungan ini muncul sebagai faktor negatif. Kesulitan-kesulitan dengan tipe ini berat, tetapi tidak berarti tidak dapat diatasi, atau terlalu luas sehingga kita harus menghindari menggunakan permainan peran. Manfaat yang paling besar dari tipe ini dengan cepat menyeimbangkan kesulitan-kesulitan yang nampaknya sangat nyata dalam tahap-tahap persiapan awal.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tipe Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam tipe role playing:
1.      memotivasi kelompok
2.      memilih pemeran casting
3.      menyiapkan pengamat
4.      menyiapkan tahap-tahap peran;
5.      pemeranan (pentas di depan kelas);
6.      diskusi dan evaluasi I (spontanitas);
7.      pemeranan (pentas) ulang;
8.      diskusi dan evaluasi II, pemecahan masalah, dan
9.      membagi pengalaman dan menarik generalisasi.
Kelebihan tipe role playing:
a.       Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
b.      Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
c.       Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
d.      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
Kelemahan tipe role playing dan bermain peranan ini terletak pada :
a.       Role playing atau bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang banyak.
b.      Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
c.       Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.
d.      Apabila pelaksanaan role playing dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
e.       Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui tipe ini.


B.     SARAN
Saran-saran yang perlu pendapat perhatian dalam pelaksanaan tipe ini:
a.       Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan melalui tipe ini. Dan tujuan tersebut diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas dan mudah dilaksanakan.
b.      Melatar belakang cerita role playing dan bermain peranan tersebut. Hal ini agar materi pelajaran dapat dipahami secara mendalam oleh siswa/anak didik.
c.       Guru menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan role playing dan bermain peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan/mainkan.
d.      Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang pantas memainkan/melakonkan jalannya suatu cerita. Dalam hal ini termasuk peranan penonton.
e.       Guru dapat menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik klimaks. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara seksama.







DAFTAR PUSTAKA








Post a Comment for " Model Belajar tipe Role Playing"