KULTUR
JARINGAN JERUK (Citrus sp)
A.
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Manfaat utama kultur jaringan adalah
menghasilkan tanaman baru dalam waktu singkat, dengan sifat dan kualitas sama
dengan tanaman induk. Melalui perbanyakan vegetatif yang lazim seperti cangkok,
okulasi, sambungan, atau penyusuan diperlukan tenaga dan waktu yang cukup
banyak. Jumlah bibit yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu juga terbatas.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, dipakai perbanyakan vegetatif buatan dengan
cara kultur jaringan.
Buah
jeruk merupakan salah satu jenis buah yang paling banyak digemari oleh
masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk
mengalami perubahan populasi yang cukup tajam. Pada saat ini sebagaian petani
buah menyadari bahwa komoditas buah jeruk memang dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat, terutama jenis komoditas jeruk keprok ( Kanisius, 1994)
Dalam usaha memenuhi kebutuhan jeruk bermutu dan bebas penyakit hama,
teknik perbanyakan tanaman secara in vitro digunakan untuk memperoleh tanaman
yang berkualitas, homogen, cepat, dan dalam jumlah yang banyak. Kultur jaringan
dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang tidak terbatas, dan mewarisi sifat
induk (Wiryanta & Rahardja, 2003).
Sesuai pendapat Suryowinoto (1996), bahwa memperbanyak jeruk keprok
dapat dilakukan secara klonal melalui teknik kultur jaringan atau teknik in
vitro. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan,
pemberian zat pengatur tumbh dalam media tanam dan pemilihan eksplan sebagai
bahan inokulum awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yang
baru.
2. Tujuan
Tujuan dari Praktikum acara Kultur Jaringan Jeruk yaitu
untuk :
a.
Mengetahui teknik kultur
jaringan Jeruk
b.
Mengetahui pengaruh BAP terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan Jeruk
B. Tinjauan Pustaka
Jeruk merupakan
komoditas pertanian yang penting saat ini dan menempati posisi teratas dalam
bidang agroindustri, baik sebagai buah segar maupun dalam bentuk olahan.
Menurut Jumin (1997) permintaan jeruk terus meningkat karena harganya yang
ekonomis dan banyak mengandung vitamin C, sehingga produksi jeruk belum
mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan
dan peluang yang baik bagi para petani, pengusaha jeruk dalam meningkatkan
produksi jeruk.
Manfaat tanaman jeruk
sebagai makanan buah segar atau makanan olahan dimana kandungan vitamin C yang
cukup tinggi. Di beberapa negara telah ada diproduksi minyak dari kulit dan
biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang.
Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak wangi, sabun wangi, esens,
minuman dan untuk campuran kue dan dapat juga digunakan sebagai obat
tradisional (Rukmana,2003).
Untuk meningkatkan produksi jeruk ini dibutuhkan bibit
yang baik dan unggul untuk mendapatkan bibit unggul ini dapat dilakukan dengan
cara kultur jaringan. Dalam budidaya tanaman dengan menggunakan teknik kultur
jaringan, pemberian zat pengatur tumbuh dalam media tanam dan pemilihan eksplan
sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media perlu diperhatikan karena
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yang
baru (Suryowinoto,1996).
Kultur jaringan/Kultur
In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel,
protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi
yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
sempurna kembali.
Menurut Gunawan (1988),
arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan lingkungan tempat
eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan jaringan
tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro. Penggunaan
eksplan dari jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif
membelah, dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan selulose
yang menyebabkan kekakuan pada sel. Gunawan (1995) menyatakan bagian tanaman
yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah : pucuk muda, batang muda, daun
muda, kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena (1992) perbedaan dari bagian
tanaman yang digunakan akan menghasilkan pola pertumbuhan yang berbeda. Eksplan
tanaman yang masih muda menghasilkan tunas maupun akar adventif lebih cepat
bila dibandingkan dengan
bagian yang tua.
Pelaksanaan teknik ini
memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan yang
dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa
padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah
nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan (Mahmoudzadeh and Kruif ,1992).
Unsur makro dan mikro
digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi untuk
pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan
embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis
sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan
dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan
kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang
terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu
neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks (Mahmoudzadeh and
Kruif ,1992).
Zat pengatur tumbuh
pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit
dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan
(Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering
ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis
dalam kultur jaringan dan organ. Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu
ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi
untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan terhadap
pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi
auksin yang biasa digunakan adalah 0,01 – 10 ppm. Naphthalene
Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media
tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA).
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang
disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil
IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan
tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh
enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.
Sitokinin adalah zat
pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi
diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al., (1987) Benzyl
Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya rangsangnya lebih
lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam tanaman. BA dapat
merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.
Penambahan auksin dan
sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies
tanaman. Welander (1997) dalam Asmirda (1993) membuktikan bahwa rasio NAA dan
BA yaitu 10 : 1 efektif untuk induksi tunas dan akar Begonia sp. Wijono dalam
Prahardini dan Sudaryono (1992) membuktikan bahwa penambahan 3 mg/l NAA dan 2
mg/l BA efektif untuk induksi kalus pepaya dan jumlah kultur perkalus meningkat
dengan peningkatan NAA dari 1 mg/l – 3 mg/l.
Berdasarkan kebutuhan
zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam perlu
ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi
pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ.
Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering mengendalikan bentuk dan
jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui respon eksplan daun tanaman jeruk manis secara invitro akibat
pemberian NAA dan BA.
IBA
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk. Pemberian
paklobutrazol mempunyai peran penting membantu secara tidak langsung dalam
menginduksi terbentuknya akar melalui penghambatan pembentukan giberelin.
Pemberian BAP tidak berpengauh nyata terhadap jumlah akar. Pada konsentrasi
tinggi sitokinin mampu mendorong proliferasi tunas tetapi menghambat
terbentuknya akar ( Yunus dan Dwi H, 2006 ) .
Penerapan
teknik kultur jaringan pada tanaman hortikultura telah sejak lama menjadi
kajian para pakar perbanyakan tanaman maupun bagian dari usaha komersial. Teknik
ini telah terbukti berhasil diterapkan pada Rosa sp. (Barve et al., 1984;
Burger et al., 1990), Bougainvillea sp. (Steffen et al., 1988), Rhododendron
sp. (Blazich dan Acedo, 1988; Iapichino et al., 1991), Mussaenda erythrophylla (Panda
et al., 1989), Petunia hybrida (Dash dan Singhsamant, 1990; Dimasi-Theriou et
al., 1992), dan Gardenia (Berrios dan Economou, 1991). Terhadap tanaman jeruk,
teknik teknik ini juga telah berhasil diterapkan pada beberapa spesies, seperti
Citrus unshiu (Kunitake et al., 1991), C. junos (Oh et al., 1991; Song et al.,
1991) dan C. grandis (Simoes et al., 1993). Akan tetapi terhadap C.
aurantifolia teknik ini belum banyak diterapkan, padahal aplikasi teknik kultur
jaringan terhadap spesies ini sangat besar manfaatnya mengingat C. aurantifolia tidak menghasilkan biji.
Tanaman ini umumnya diperbanyak secara vegetatif menggunakan setek batang.
Namun perbanyakan menggunakan setek membuka peluang bagi tertularnya penyakit,
terutama yang disebabkan oleh virus, dari generasi ke generasi. Di samping itu
perbanyakan tanaman melalui penyetekan juga berjalan lambat karena terbatasnya
jumlah bahan tanaman, sehingga jumlah propagula yang dihasilkan pun sangat terbatas
(Myrna, N. Jurnal Agronomi 9(2): 99-102)
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
acara Kultur Jaringan Jeruk (Citrus sp) dilaksanakan
pada
Hari/
Tanggal : Kamis,
18 Oktober 2012
Waktu : 18.30 s/d 21.00 WIB
Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2. Alat
a.
LAFC lengkap denagan lampu
bunsen
b.
Petridish dan botol-botol
kultur
c.
Peralatan diseksi yaitu
pinset besar/kecil dan pisau pemes
3. Bahan
a.
Eksplan : pucuk batang pohon jeruk
b.
Media kultur
c.
Alcohol 96%
d.
Aquades steril
e.
Spirtus
f.
Clorox ( Sunclin )
4. Cara Kerja
a.
Persiapan eksplan
b.
Sterilisasi eksplan (
dilakukan dalam LAFC )
1)
Merendam eksplan dalam
larutan Dithane M-45 mg/l selama ±12 jam, dilanjutkan denagn Clorox 5,25 % (
sunclin 100% ) selama ± 3 menit.
2)
Membilas eksplan dengan
aquadest steril
c.
Penanaman eksplan
1)
Membuka plastic penutup
botol media kultur
2)
Mengambil eksplan dan
menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus
selalu dibakar diatas api
3)
Selama penanaman, mulut
botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi.
d.
Pemeliharaan
1)
Botol – botol media berisi
eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
2)
Lingkungan diluar botol
harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
3)
Penyemprotan botol – botol
e.
Pengamatan selama 5
minggu, yang diamati :
1)
Saat muncul akar, tunas,
daun, kalus ( HST ), diamati setiap hari.
2)
Jumlah akar, tunas, dan
daun diamati 1 minggu sekali.
3)
Deskripsi kalus ( struktur
dan warna kalus ) dilakukan pada akhir pengamatan.
4)
Presentase keberhasilan,
dilakukan pada akhir pengamatan.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Data
Rekapan Keseluruhan Eksplan Jeruk
Eksplan
|
Tanggal pengamatan
|
Saat muncul akar
|
Saat muncul tunas
|
Saat muncul daun
|
Saat muncul kalus
|
Jumlah akar
|
Jumlah tunas
|
Jumlah daun
|
ket
|
Jeruk
|
4 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
9 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
|
14 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
|
19 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
|
24 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
|
29 November 2012
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Jamur
|
|
Presentase keberhasilan
|
Sumber : Hasil Pengamatan
Gambar
Hasil Pengamatan
Gambar 4.1 Keadaan awal eksplan Gambar 4.2 Keadaan akhir eksplan
2.
Pembahasan
Pada
Praktikum ini eksplan yang digunakan adalah pucuk batang tanaman jeruk. Penggunaan ini pucuk
batang tanaman jeruk adalah agar hasil kultur jaringan jeruk hasilnya bisa maksimal karena bagian pucuk
batang jeruk jaringannya
merupakan jaringan meristem yang masih aktif membelah. Hal
ini mengacu pada salah satu konsep
dasar kultur jaringan yaitu organ yang digunakan dalam kultur jaringan harus
mempunyai sifat totipotensi. Penggunaan bagian pucuk batang jeruk ini
bertujuan untuk mendapatkan organ yang masih juvenile sehingga bersifat
meristematik, artinya organ tersebut masih aktif membelah. Organ tersebut akan
berdeferensiasi menjadi kalus, yaitu sekumpulan sel yang yang aktif membelah
dan mempunyai kemungkinan menjadi zigot.
Sebelum
penanaman terlebih dulu eksplan disterilisasi, yaitu merendam eksplan dalam Chlorox 5,25 % (Sunclin 100%) selama ± 3 menit dan
dibilas dengan aquades steril. Setelah disterilisasi dengan Chlorox bagian dari
eksplan yang bersentuhan atau berkontak langsung dengan Chlorox harus
dihilangkan karena bagian-bagian yang berkontak langsung dengan Chlorox
sel-selnya akan mati dan tidak akan tumbuh jika dikulturkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dari awal hingga akhir pengamatan pada kultur
jaringan jeruk diperoleh bahwa eksplan belum mampu membentuk akar,
tunas, maupun kalus. Kalus adalah sekumpulan sel yang belum terdeferensiasi
menjadi akar atau batang. Hal ini terjadi karena eksplan nanas mengalami
stagnasi. Stagnasi merupakan kondisi
tanaman dari mulai tanam hingga kurun waktu
tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh.
Untuk
menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam
yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan
akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua
yang muda kembali. Media
juga dapat menjadi sebab
terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat
atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.
Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa pada eksplan pucuk batang jeruk tidak mampu membentuk akar, tunas,
daun, dan kalus yang muncul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya :
a. Peralatan
dan ruangan yang kurang steril. Peralatan –peralatan seperti pinset, botol
kultur sebelum dan selama memakai harus sering dilakukan pensterilan.
Pensterilan alat dapat dilakukan dengan mencelupkannya pada alkohol atau
memanaskannya diatas api.
b. Eksplan yang ditanam
mengalami browning. Browningmerupakan
suatu keadaan dimana eksplan mengalami kering pada bagian tepi eksplan.
Browning dapat terjadi karena terlalu lama ketika dicelupkan di dalam larutan
chlorox sehingga eksplan tidak mampu membentuk tunas
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan juga ditentukan beberapa hal diantaranya komposisi media dan eksplan.
Dalam praktikum ini, komponen media yang paling mempengaruhi adalah zat
pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP. BAP merupakan ZPT golongan sitokinin yang
berfungsi untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas adventif. Setelah eksplan
ditanam, botol-botol kultur diletakkan pada rak-rak kultur yang dijaga suhu,
cahaya dan kelembabannya.
Selain ZPT, faktor penting lain yang mempengaruhi
yaitu kondisi eksplan dipengaruhi oleh umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran
eksplan, dan bagian tanaman yang diambil. Umumnya yang sering digunakan adalah
jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Hal ini karena jaringan muda mempunyai
daya regenerasi tinggi, sel-selnya masih aktif membelah, dan relatif sedikit
mengandung kontaminan. Jaringan yang umumnya digunakan adalah meristem, yaitu
dapat berupa ujung akar, tunas atau daun muda.
Salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis eksplan dalam kultur in-vitro adalah genotip tanaman asal
eksplan diisolasi. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat
bervariasi tergantung dari spesies, bahkan varietas, tanaman asal eksplan
tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan
eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, lingkungan kultur,
dll. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing varietas tanaman bervariasi
meskipun teknik kultur jaringan yang digunakan sama.
Dalam kultur jaringan eksplan akan berhasil
dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi yaitu pemilihan
eksplan atau bahan tanaman, penggunaan media yang cocok, keadaan yang aseptic
dan pengeluaran udara yang baik (Nugroho dan Sugito, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dalam kultur
jaringan adalah alat yang digunakan tidak steril, perlakuannya kurang efektif, faktor
lingkungan yang menyebabakan terjadinya jamur dan bakteri.
Prosentase
kebehasilan yang dimiliki oleh tanaman jeruk adalah 0%. Itu berarti, penanaman jeruk dinilai gagal. Kegagalan ini selain dikarenakan kurang sterilnya alat,
media dan eksplan, konsentrasi ZPT yang berupa sitokinin yang terlalu tinggi mengakibatkan pertumbuhan akar terhambat sehingga
eksplan tidak bisa tumbuh dan akhirnya mati dan eksplan yang digunakan sudah
tidak produktif lagi.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari praktikum dan pengamatan yang telah
dilakukan, ternyata dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a.
Ekplant mati dikarenakan
terkontaminasi oleh jamur
b.
Sterilisasi alat, media
dan ekspaln adalah hal yang dianggap penting untuk teknik budidaya kutur
jaringan.
c.
Prosentase keberhasilan
adalah 0%
d.
Jeruk merupakan tumbuhan yang di kembabangkan dengan
kultur jaringan.
e.
Pada
kultur jaringan nanas, eksplan yang ditanam tidak ada yang berhasil tumbuh
karena mengalami browning
f.
BAP berperan dalam pembentukan tunas,
menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, serta mendorong
proliferasi meristem ujung.
2. Saran
Untuk meningkatkan
presentase keberhasilan, sebaiknya bagi praktikan harus lebih memperhatikan
untuk menjaga kesterilan, baik untuk peralatan maupun media itu sendiri,
sehingga terjadinya kontaminasi dapat dihindari atau ditekan seminimal mungkin.
Selain itu juga perlu untuk menghindari adanya stagnasi eksplan dengan tindakan
preventif yaitu dengan cara menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau
tidak meristematik.
Istiqomah Wahyu Pradana
UNS
2012
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/melati.
Diakses tanggal 25 April 2011.
Kusumah Effendi, Toto Sutater, Sriwahyuningsih
dan Deden Riskomar. 1995.
Analisis Usaha Tani Melati: Potensi Kelayakan dan Prospeknya. Jurnal
Hortikultura 5(2) hal. 7-10.
Myrna, Nyimas. Kultur Jaringan Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia): Pengaruh
Metoda Sterilisasi Dan Komposisi Media. Jurnal Agronomi 9(2): 99-102, ISSN 1410-1939
Radi, Juhaeni. 1997. Melati Putih. Kanisius.
Yogyakarta.
Yunus dan Dwi Harjoko. 2006. Pengaruh
Konsentrasi Paklobutrazol dan 6-BAP Terhadap Pembentukan Umbi Kentang. Agrosains
8 (1). Hal.59
Nugroho, A. dan H. Sugito.
2000. Pedoma Pelaksanan Teknik Kultur Jaringan. Penerbir Swadaya.Jakarta