PENGENALAN BAHAN
KIMIA BERACUN DAN BERBAHAYA
SERTA TEKNIK
PREPARASI BAHAN
A. PENGENALAN BAHAN B3
1.
Petunjuk umum untuk menangani buangan sampah.
Semua bahan buangan atau
sampah seharusnya dikumpulkan menurut jenis bahan tersebut. Bahan-bahan
tersebut ada yang dapat didaur ulang dan ada pula yang tidak dapat didaur
ulang. Bahan yang termasuk kelompok bahan buangan/sampah yang dapat di daur
ulang antara lain gelas, kaleng, botol baterai, sisa-sisa konstruksi bangunan,
sampah biologi seperti tanaman, buah-buahan, kantong the dan beberapa jenis
bahan-bahan kimia. Sedangkan bahan-bahan buangan yang tidak dapat didaur ulang
atau yang sukar didaur ulang seperti plastik hendaknya dihancurkan. Karena
belum ada aturan yang jelas dalam cara pembuangan jenis sampah di Indonesia, maka
sebelum sampah dibuang harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau
pengelola laboratorium yang bersangkutan.
2.
Bahan-bahan buangan yang umum terdapat di laboratorium.
1.
Fine chemicals.
Fine chemicals
hanya dapat dibuang ke saluran pembuangan atau tempat sampah jika :
a.
Tidak bereaksi dengan air.
b.
Tidak eksplosif (mudah meledak).
c.
Tidak bersifat radioaktif.
d.
Tidak beracun.
e.
Komposisinya diketahui jelas.
2.
Larutan basa.
Hanya larutan basa
dari alkali hidroksida yang bebas sianida, ammoniak, senyawa organik, minyak
dan lemak dapat dibuang kesaluran pembuangan. Sebelum dibuang larutan basa itu
harus dinetralkan terlebih dahulu. Proses penetralan dilakukan pada tempat yang
disediakan dan dilakukan menurut prosedur mutu laboratorium.
3.
Larutan asam.
Seperti juga
larutan basa, larutan asam tidak boleh mengandung senyawa-senyawa beracun dan
berbahaya dan selain itu sebelum dibuang juga harus dinetralkan pada tempat dan
prosedur sesuai ketentuan laboratorium.
4.
Pelarut.
Pelarut yang tidak
dapat digunakan lagi dapat dibuang ke saluran pembuangan jika tidak mengandung
halogen (bebas Fluor, Clorida, Bromida, dan Iodida). Jika diperlukan dapat
dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air keluar. Untuk
pelarut yang mengandung halogen seperti kloroform (CHCl3) sebelum
dibuang harus dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau
pengelola laboratorium tempat dimana bahan tersebut akan dibuang.
5.
Bahan mengandung merkuri.
Untuk bahan yang
mengandung merkuri (seperti pecahan termometer merkuri, manometer, pompa
merkuri, dan sebagainya) pembuangan harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan
konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau pengelola laboratorium sebelum
bahan tersebut dibuang.
6.
Bahan radiokatif.
Sampah radioaktif
memerlukan penanganan yang khusus. Otoritas yang berwenang dalam pengelolaan
sampah radioaktif di Indonesia adalah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
7.
Air pembilas.
Air pembilas harus bebas merkuri, sianida,
ammoniak, minyak, lemak, dan bahan beracun serta bahan berbahaya lainnya
sebelum dibuang ke saluran pembuangan keluar.
3. Penanganan Kebakaran dan Simbol-simbol
Bahaya.
Beberapa bahan kimia
seperti eter, metanol, kloroform, dan lain-lain bersifat mudah terbakar dan
mudah meledak. Apabila karena sesuatu kelalaian terjadi kecelakaan sehingga
mengakibatkan kebakaran laboratorium atau bahan-bahan kimia, maka kita harus
melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
a.
Jika apinya kecil, maka lakukan pemadaman dengan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR).
b.
Matikan sumber linstrik/ gardu utama agar listrik tidak
mengganggu upaya pemadaman kebakaran.
c.
Lokalisasi api supaya tidak merember ke arah bahaan
mudah terbakar lainnya.
d.
Jika api mulai membesar, jangan mencoba-coba untuk
memadamkan api dengan APAR. Segera panggil mobil unit Pertolongan Bahaya
Kebakaran (PBK) yang terdekat.
e.
Bersikaplah tenang dalam menangani kebakaran, dan
jangan mengambil tidakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
4. Bahan-bahan Berbahaya serta
Karsinogenik.
Tabel di bawah memuat
daftar beberapa bahan-bahan kimia beerbahaya dan karsinogenik yang sering
dijumpai di laboratorium-laboratorium kimia baik di Indonesia maupun di luar
negeri.
B. TEKNIK PREPARASI
Preparasi merupakan teknik
laboratorium yang sangat penting dikuasai oleh setiap kimiawan. Tanpa
pengetahuan dan ketrampilan yang memadahi dalam teknik preparasi ini, maka akan
sangat sulit untuk menjalankan eksperimen/percobaan kimia secara baik dan benar
di laboratorium. Menjalankan eksperimen
dengan baik dan benar juga menyangkut efisiensi dan tidak membahayakan bagi
diri sendiri maupun orang lain baik yang ada disekitarnya maupun yang berada di
tempat lain. Bagai mahasiswa pemula agar mereka kelak dapat melakukan
eksperimen kimia secara baik dan benar maka perlu dibekali dengan pengetahuan
dan ketrampilan teknik preparasi. Tulisan ini akan memaparkan beberapa
penegetahuan penting yang harus dikuasai oleh para pemula dalam disiplin ilmu
kimia.
1. Konsentrasi Larutan.
Beberapa jenis konsentrasi
yang perlu diketahui dan yang sering digunakan di laboratorium antara lain:
1.
Molaritas (M).
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut yang terdapat
di dalam satu liter larutan.
Misal akan di buat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 1000 mL.
Diketahui bahwa Mr NaOH = 40
Maka ini berarti bahwa 1 mol NaOH massanya adalah 40 g.
Sehingga untuk 0,1 mol NaOH massanya adalah 4 g. Untuk
membuat larutan NaOH 0,1 M sebanyak 1000 mL, maka sebanyak 4 gram kristal NaOH
dilarutkan ke dalam akuades sedemikian rupa sehingga volume larutannya adalam
1000 mL atau 1 L.
2.
Normalitas (N).
Normalitas menyatakan banyaknya gram ekuivaleen (grek) zat
terlarut yang terdapat dalam satu liter larutan.
3.
Molalitas (m).
Molalitas adalah menyatakan banyaknya mol zat terlarut yang
terdapat dalam satu kilogram pelarut.
4.
Fraksi mol (X).
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumlah mol zat terlarut
dalam larutan terhadap jumlah mol total zat-zat yang ada dalam larutan (pelarut
dan zat terlarut)..
5.
Persen (%).
Ada beberapa macam penyataan persentase yang sering digunakan
di laboratorium, antara lain:
a.
persen volume/volume (v/v), menyatakan banyaknya
spesies kimia yang ada di dalam larutan yang dinyatakan dalam satuan mL per 100
mL larutan.
b.
Persen berat/volume (b/v), menyatakan banyaknya spesien
kimia yang ada di dalam larutan yang dinyatakan dalam satuan berat (gram) per
100 gram larutan.
c.
Persen berat/berat, menyatakan banyaknya spesies kimia
yang ada di dalam larutan atau campuran/padatan yang dinyatakan dalam satuan
gram per 100 gram larutan atau campuran atau padatan.
2. Penyiapan Alat.
Alat yang akan digunakan
dalam eksperimen atau percobaan kimia harus disesuaikan dengan jenis dari bahan
yang akan ditangani. Bahan-bahan tersebut dapat berupa cairan, padatan, atau
gas.
a.
Bahan-bahan berupa cairan.
Untuk menangani bahan berupa cairan diperlukan alat-alat
gelas seperti Gelas Ukur, Pipet Gondok, Labu Takar, Erlenmeyer, Corong, dan
lain-lainnya.
b.
Bahan-bahan berupa padatan.
Untuk menangani bahan berupa padatan, terutama padatan dalam
bentuk serbuk dibutuhkan alat-alat sebagai berikut: Alat Timbang, Gelas Arloji,
Spatula/Sendok Sungu, Corong, dan Erlenmeyer.
c.
Bahan-bahan berupa gas.
Untuk menangani bahan-bahan berupa gas diperlukan alat-alat
dengan spesifikasi standar yang telah ditentukan untuk setiap jenis gas. Hal
ini dikarenakan setiap jenis gas mempuynyai karakteristik dan resiko yang
dihadapi oleh pengguna lebih tinggi daripada bila menangani bahan-bahan cair
maupun padatan.
3. Hasil Reaksi atau Isolasi.
Kebanyakan penelitian kimia
eksperimental bertujuan untuk mengisolasi suatu senyawa dari suatu bahan atau
memproduksi/ sintesis seuatu senyawa. Produk isolasi atau sintesis tersebut
umumnya belum dalam keadaan murni, sehingga perlu dilakukan pemurnian terhadap
zat hasil. Beberapa teknik pemurnian yang banyak dipakai dalam kimia
eksperimental akan dibahas dalam pokok bahasan berikut.
4. Teknik Pemurnian.
a. Kristalisasi dan Rekristalisasi.
Kristalisasi adalah suatu
teknik untuk mendapatkan bahan murni suatu senyawa. Dalam sintesis kimia banyak
senyawa-senyawa kimia yang dapat dikristalkan. Untuk mengkristalkan
senyawa-senyawa tersebut, biasanya dilakukan
terlebih dahulu penjenuhan larutan kemudian diikuti dengan penguapan
pelarut serta perlahan-lahan sampai
terbentuk kristal. Pengkristalan dapat pula dilakukan dengan mendinginkan
larutan jenuh pada temperatur yang sangat rendah di dlam lemari es atau
freezer.
Rekristalisasi adalah suatu
teknik pemurnian bahan kristalin. Seringkali senyawa yang diperoleh dari hasil
suatu sintesis kiia memiliki kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Untuk
memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi. Untuk
merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan
senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan ke dalam pelarut yang
sesuai kemudian dipanaskan (direfluks)
sampai semua senyawa tersebut larut sempurna. Apabila pada temperatur kamar,
senyawa tersebut sudah larut secara sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu
lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna
pada keadaan suhu kamar. Setelah senyawa/solut tersebut larut sempurna di dalam
pelarut baik dengan pemanasan maupun tanpa pemanasan, maka kemudian larutan
tersebut disaring dalam keadaan panas. Kemudian larutan hasil penyaringan
terssebut didinginkan perlahan-lahan sampai terbentuk kristal.
Salah satu faktor penentu
keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat
pelarut. Pelarut yang digunakan dalam proses kristalisasi dan rekristalisasi
sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
Memiliki gradient temperatur yang besar dalam sifat
kelarutannya.
2)
Titik didih pelarut harus di bawah titik lebur senyawa
yang akan di kristalkan.
3)
Titik didih pelarut yang rendah sangat menguntungkan
pada saat pengeringan.
4)
Bersifat inert (tidak bereaksi) terhadap senyawa yang
akan dikristalkan atau direkristalisasi.
Apabila zat atau senyawa
yang akan kita kritalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal secara pasti, maka
kita setidak-tidaknya kita harus mengenal komponen penting dari senyawa
tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita ketahui
sebaiknya adalah gugus-gugus fungsional senyawa tersebut. Apakah gugus-gugus
tersebut bersifat hidrofobik atau hidrofilik. Dengan kata lain kita minimal
harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalkan atau
rekristalisasi. Setelah polaritas senyawa tersebut kita ketahui kemudian
dipilihlah pelarut yang sesuai dengan polaritas senywa tersebut. Tabel berikut
ini memuat beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam proses kristalisasi maupun
rekristalisasi.
Tabel 1. Polaritas beberapa
pelarut.
No
|
Polaritas
|
Pelarut/Solvent
|
1
|
Polaritas
rendah
|
Petroleum
eter,
Toluene.
|
2
|
Polaritas
sedang
|
Dietil
eter,
Aseton
|
3
|
Polaritas
tinggi
|
Etanol,
Air
|
b. Sublimasi.
Sublimasi adalah peristiwa
penguapan secara langsung padatan kristalin ke dalam fasa uap. Contoh klasik
sublimasi adalah penguapan kamfer (kapus barus). Sublimasi dapat digunakan
sebagai metode pemurnian padatan kristalin. Beberapa senyawa kimia dapat
menyublim pada temperatur dan tekanan kamar, namun banyak yang beru dapat
menyublim apabila tekanan diturunkan. Untuk mendapatkan bahan murni, fasa uap
bahan tersublim didinginkan secara perlahan-lahan sehingga terbentuk kristal.
c. Destilasi.
Destilasi juga merupakan salah
satu teknik memurnikan senyawa kimia. Senyawa yang akan dimurnikan harus berupa
cairan. Destilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih senyawa-senyawa di
dalam larutan. Senyawa-senyawa yang dimurnikan akan terpisah berdasarkan
perbedaan titik didihnya. Senyawa-senyawa dengan titik didih rendah akan
terpisah terlebih dahulu diikuti dengan senyawa-senyawa yang memiliki titik
didih yang lebih tinggi.
5. Uji Kkemurnian.
Untuk mengetahui kemurnian
suatu senyawa hasil pemurnian seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
digunakan beberapa teknik uji kemurnian bahan yang relatif sederhana seperti
uji titik leleh, uji indeks bias, uji berat jenis, uji titik didih, dan uji
kekentalan (viskositas).
1.
Uji titik leleh.
Uji titik leleh merupakan salah satu teknik uji kemurnian
bahan padat yang cukup akurat terutama jika titik leleh bahan telah diketahui
sebelumnya. Titik leleh bahan murni dapat dilihat pada table spesifikasi bahan
yang tersedia di perpustakaan laboratorium. Akan tetapi untuk bahan-bahan yang sama
sekali baru, teknik ini juga dapat digunakan. Bahan-bahan murni umumnya
memiliki interval titik leleh yang sempit.
2.
Uji indeks bias.
Indeks bias suatu cairan dapat digunakan sebagai faktor
penentu kemurnian bahan. Namun demikian seperti juga metode titik leleh, metode
uji indeks bias ini lebih tepat untuk digunakan sebagai tes uji kemurnian bahan
yang indeks bias bahan murninya telah diketahui dengan pasti terelbih dahulu.
Untuk bahan-bahan yang sama sekali baru, maka metode uji indeks bias ini juga
dapat diterapkan dengan hati-hati.
3.
Uji berat jenis.
Uji berat jenis merupakan salah satu teknik uji kemurnian
yang cukup akurat. Archimedes menguji kemurnian emas mahkota raja berdasarkan
prinsip uji berat jenis ini. Setiap zat murni mempunyai berat jenis yang
spesifik yang dapat digunakan sebagai dasar pengujian bahan.
4.
Uji titik didih.
Uji titik didih juga dapat digunakan untuk mengetahui
kemurnian suatu bahan. Uji ini dapat diterapkan pada senyawa berujud cairan
yang bahan cair murninya telah diketahui titik didihnya secara pasti. Uji titik
didih senyawa murni dapat dilihat pada tabel di buku katalog di perpustakaan
laboratorium. Untuk bahan-bahan lain yang titik didik murninya belum diketahui
secara pasti, uji titik didih ini dapat dilakukan dengan hati-hati.
5.
Uji kekentalan.
Uji kekentalan dapat dilakukan untuk mengetahui kemurnia
suatu bahan. Bahan-bahan cair yang dalam keadaan murni memiliki kekentalan yang
khas dan berbeda dari senyawa yang lain. Uji ini dapat dilakukan untuk senyawa/
bahan cair yang kekentalannya telah diketahui secara pasti. Data kekentalan
berbagai bahan murni dapat dilihat pada buku katalog bahan di perpustakaan
laboratorium. Untuk bahan-bahan lain yang kekentalannya belum diketahui secara
pasti maka uji ini dapat dilakukan secara hati-hati.
Post a Comment for "PENGENALAN BAHAN KIMIA BERACUN DAN BERBAHAYA SERTA TEKNIK PREPARASI BAHAN"