MANAJEMEN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM
MANAJEMEN KESELAMATAN KERJA
Proses produksi dengan
mengoperasikan berbagai peralatan pada umumnya tidak sama sekali terbebas dari
resiko bahaya. Hal ini harus mejadikan perhatian dari pihak manajemen dan
unit-unit teknis dan secara khusus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja.
Dengan demikian keselamatan kerja akan merupakan bagian yang selalu dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan sehingga upaya pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah dimulai seja perencanaan. Pada
setiap perusahaan diharuskan berdiri Panitia Pembinaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3), berdasarkan pada undang-undang nomor 1 tahun 1970.
Dengan pendekatan demikian, maka diharapkan manajemen perusahaan mengambil
sikap nyata yang mencakup:
a.
mengidentifikasi setiap proses dan peralatan
pengendalian kerugian sebagai sumber resiko bahaya,
b.
mengestimasi rencana program pengendalian kecelakaan
dan penyakit akibat kerja,
c.
menyusun rencana program pengendalian kecelakaan dan
penyakit akibat kerja,
d.
menyusun sistem komunikasi yang diperlukan, dan
e.
menyiapkan sarana dan peralatan beserta personil yang
terlaith dan profesional.
Manajemen keselamatan kerja
harus mampu mencari dan mengungkapkan kelemahan operasional yang memungkinkan
terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan. Kebijaksanaan manajerial yang
dijabarkan dalam pelaksanaan operasional dengan tingkat segi manajemen yang
sangat esensial bagi kelangsungan proses
produksi dan keselamatan kerja yang mengarahkan pada partisipasi semua pihak
dalam sistem manajemen dan organisasi, akan dapat menciptakan suasana kerja
yang nyaman sebagai landasa kuat untuk kontinuitas usaha dan pengaman investasi
dalam pembangunan.
Hiperkes dan keselamatan
kerja haruslah dipandang sebagai upaya teknis manajerial yang sangat besar
fungsi dan peranannya dalam:
1.
Mengamankan investasi.
2.
Memelihara kelestarian dan kontinuitas usaha.
3.
Mengembangkah potensi ekonomi.
4.
Meningkatkan manfaat perangkat produksi.
5.
Memelihara dan meningkatkan daya produktivitas kerja
dari tenaga kerja.
Mutu sumberdaya manusia
ditingkatkan melaui tiga jalur dalam peningkatan mutu pengetahuan dan ketrampilan,
yaitu:
1.
jalur pendidikan formal,
2.
jalur latihan kerja, dan
3.
jalur pengalaman kerja.
Peningkatan
kualitas sumber daya manusia tersebut sangat penting bukan saja untuk
meningkatkan kemampuan kerja secara teknis operasional, akan tetapi juga
kemampuan kerja secara aman serta kemampuan menciptakan kondisi dan lingkungan
kerja yang aman dan sehat.
HAL-HAL YANG DAPAT MENYEBABKAN KECELAKAAN
Ada tiga dasar penyebab
terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
1.
Terjadi secara kebetulan.
Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak dapat
diramalkan dan berada di luar kendali manejemen perusahaan. Misalnya, seorang
karyawan tepat berada di depan jendela kaca ketika tiba-tiba seseorang melempar
jendela kaca sehingga mengenainya.
2.
Kondisi kerja yang tidak aman.
Kondisi kerja yang tidak aman merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya kecelakaan. Kondisi ini meliputi faktor-faktor sebagai
berikut:
a.
Peralatan yang tidak terlindungi secara benar.
b.
Peralatan yang rusak.
c.
Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar
mesin atau peralatan gudang yang tidak aman (sumpek dan terlalu penuh).
d.
Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang penerangan.
e.
Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak
cukup, atau sumber udara tidak murni.
Pemulihan terhadap
faktor-faktor ini adalah dengan meminimalkan kondisi yang tidak aman, misalnya
dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Pembuatan cheklist ini akan membantu dalam menemukan
masalah yang menjadi penyebab kecelakaan. Meskipun kecelakaan dapat terjadi di
mana saja dan kapan saja, akan tetapi ada tempat-tempat tertentu yang mempunyai
tingkat kecelakaan kerja tinggi. Kira-kira sepertiga dari kecelakaan industri
maupun laboratorium terjadi di sekitar truk forklift, kereta dodorng, dan
tempat-tempat angkat junjung barang.
Tiga Faktor Lain yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja.
Di samping kondisi kerja
yang tidak aman masih ada tiga faktor lain yang mempengaruhi atau menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor
tersebut yaitu sifat dari kerja itu sendiri, jadwal kerja, dan iklim
psikologis di tempat kerja.
1. Sifat kerja.
Menurut kajian para ahli keselamatan, sifat kerja
mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sebagai contoh, karyawan yang bekerja sebagai
operator crane (derek) akan memiliki
resiko kecelakaan kerja yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja
sebagai supervisor/ penyelia.
2. Jadwal kerja.
Jadwal kerja dan kelelahan kerja juga mempengaruhi kecelakaan
kerja. Tingkat kecelakaan kerja biasanya stabil pada jam 6 – 7 jam pertama di
hari kerja. Akan tetapi pada jam-jam sesudah itu, tingkat kecelakaan kerja akan
lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena karyawan atau tenaga kerja sudah
melampaui tingkat kelelahan yang tinggi. Kenyataan di lapangan juga membuktikan
bahwa kerja malam mempunyai resiko kecelakaan lebih tingi dari pada kerja pada
siang hari.
3. Iklim psikologis tempat kerja.
Iklim psikologis di tempat kerja juga berpengaruh pada
kecelakaan kerja. Karyawan atau tenaga kerja yang bekerja dibawah tekanan stes
atau yang merasa pekerjaan mereka terancam atau yang merasa tidak aman akam
mengalami lebih banyak kecelakaan kerja dari pada mereka yang tidak mengalami
tekanan .
Tindakan Tidak Aman yang Dilakukan oleh Tenaga Kerja.
Adalah tidak mungkin
menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman,
karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan
cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan yang tidak
aman. Tindakan-tindakan tersebut adalah:
a.
Melempar atau membuang material.
b.
Mengoperasikan dan bekerja pada kecepatan yang tidak
aman, apakah itu terlalu cepat ataupun terlalu lambat.
c.
Membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak
beroperasi dengan cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali.
d.
Memakai peralatan yang tidak aman atau menggunakannya
secara tidak aman.
e.
Menggunakan prosedur yang tidak aman saat mengisi,
menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material.
f.
Berada pada posisi tidak aman di bawah muatan yang
tergantung. Menaikkan lift dengan cara yang tidak benar.
g.
Pikiran kacau, gangguan penyalahgunaan, kaget, dan
tindakan kasar lain.
Tindakan-tindakan seperti
ini dapat menyebabkan usaha perusahaan atau tempat kerja meminimalkan kondisi
kerja yang tidak aman menjadi sia-sia. Oleh karena itu kita harus mengidentifikasi penyebab
tindakan-tindakan di atas. Hal-hal berikut ini dapat dipakai sebagai alat bantu
dalam mengidentifikasi tindakan-tindakan di atas:
a.
Karakteristik pribadi karyawan.
b.
Karyawan yang mudah mengalami kecelakaan (accident
prone).
c.
Daya penglihatan
karyawan.
d.
Usia karyawan
e.
Persepsi dan ketrampilan gerak karyawan
f.
Minat karyawan.
CARA MENCEGAH KECELAKAAN
Setelah mencermati
sebab-sebab terjadinya kecelakaan di tempat kerja, maka dalam prakteknya,
pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan dua aktivitas dasar yaitu:
a.
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman.
Mengurangi kondisi kerja yang tidak aman menjadi lini depan
perusahaan atau laboratorium dalam mencegah kecelakaan kerja. Penanggungjawab
keselamatan kerja harus merancang tugas sedemikian rupa untuk menghilangkan
atau mengurangi bahaya fisik. Gunakan risk assesment atau checklist inspeksi alat untuk mengidentifikasi dan menghilankan
bahaya-bahaya yang potensial.
b.
Mengurangi tindakan karyawan yang tidak aman.
Tindakan-tindakan karyawan yang tidak aman (atau tidak sesuai
prosedur kerja) dapat dikurangi dengan berbagai aktivitas/ cara, yaitu:
1)
seleksi dan penempatan
2)
propaganda, kampanye, atau mengenai keselamatan kerja
3)
pelatihan mengenai prosedur kerja dan keselamatan kerja
sera dorongan positif (positive
reinforcement)
4)
komitme dari manajer tingkat atas (top management).
MENGHINDARI KECELAKAAN KERJA
Untuk mengendalikan suatu
proses diperlukan alat penujuk, alat pengendali, dan supaya bahaya dapat
diperkecil dibutuhkan juga alat pengaman. Dalam rangka mengendalikan suatu
proses, variabel penting yang mudah
dikendalikan meliputi, suhu, tekanan, dan konsentrasi. Untuk penunjuk faktor
bahaya yang lain, seperti adanya kebocoran gas yang mudah terbakar, gas
beracun, atau cairan yang mudah merusak, umumnya masih digunakan panca indera
manusia. Kebocoran gas yang mudah terbakar atau berbahaya diketahui dari bau
yang khas, atau dapat dipantau dengan menempatkan binatang percobaan seperti
tikus, kelinci, dan lain-lainnya.
Alat pengendali proses
dalam industri berkait langsung dengan keselamatan kerja. Dengan adanya alat
pengendali proses, bahaya kebakaran, peledakan, dan keracunan dapat ditekan
sampai batas yang sekecil-kecilnya. Meskipun demikian peran manusia sebagai
pengendali masih tetap diperlukan terutama untuk mengawasi faktor-faktor bahaya
yang belum diketemukan cara pengendaliannya seperti gas beracun atau gas mudah
terbakar lainnya yang bocor dari reaktor.
Alat pengaman diperlukan
agar kemungkinan timbulnya bahaya dapat diperkecil. Alat pengaman dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu pengaman
alat berbahaya dan pengaman manusia yang melayani alat itu. Proses produksi
barang dan jasa dapat mengakibatkan kondisi kritis yang membahayakan sehingga
timbul malapetaka major accident
dengan dampak yang luas dan sulit ditanggulangi.
Dikenal istilah 5 K akibat
kecelakaan, yaitu:
1.
Kerusakan dan kerugian materi.
2.
Kekacauan dan disorganisasi.
3.
Keluhan dan kesedihanl.
4.
Kelainan dan cacat.
5.
Kematian.
RINGKASAN CARA-CARA MENANGGULANGI
KECELAKAAN
1.
Periksa dan hilangkan kondisi-kondisi kerja yang tidak
aman. Gunakan daftar periksa (checklist)
untuk identifikasi masalah. Jika bahaya tidak dapat dihilangkan,
berjaga-jagalah (misalnya dengan pagar pengaman) atau bila perlu gunakan
peralatan pelindung seperti topi, kaca mata, helm, atau sepatu pengaman.
2.
Melalui seleksi, cobalah memilah/mengeluarkan karyawan
yang mungkin mudah mendapatkan kecelakaan untuk pekerjaan yang sedang dalam
penyelidikan.
3.
Buatlah suatu kebijakan keselamatan kerja yang
menekankan bahwa perusahaan akan melakukan usaha maksimal untuk menekan angka
kecelakaan kerja dan menekankan pentingnya mencegah kecelakaan dan cedera kerja
pada perusanaan atau laboratorium.
4.
Tetapkanlah suatu tujuan yang terkendali/terkontrol
yang tidak boleh gagal. Analisis jumlah kecelakaan kerja dan insiden
keselamatan kerja, kemudian tetapkan target yang ingin dicapai, misalnya dalam
bentuk rasio kecelakaan kerja per jumlah karyawan atau tenaga kerja.
5.
Dorong dan latihlah karyawan agar sadar akan pentingnya
keselamatan kerja, tunjukkan kepada mereka bahwa manajemen tingkat atas (top management) perusahaan dan
supervisor punya perhatian yang serius terhadap keselamata dan kesehatan kerja.
6.
Tegakkanlah aturan keselamatan kerja yang mendukung
upaya-upaya menekan angka kecelakaan dan cedera akibat kerja.
7.
Adakan pemeriksaan keselamatan dan kesehatan kerja
secara teratur. Juga lakukan investigasi terhadap kecelakaan kerja dan yang
nyaris menimbulkan kecelakaan kerja. Buatlah suatu sistem di tempat kerja
tersebut yang memungkinkan karyawan dapat mengingatkan pihak manajemen tentang
adanya keadaan-keadaan bahaya atau yang berpotensi menimbulkan bahaya.
SUMBER-SUMBER KECELAKAAN KERJA
Sumber-sumber yang menimbulkan bahaya dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1.
Keadaan mesin, pesawat, alat kerja, dan bahan.
2.
Lingkungan kerja.
3.
Sifat pekerjaan.
4.
Cara kerja.
5.
Proses produksi atau tempat pelaksanaan pekerjaan.
Keselamatan dan kesehatan
kerja dapat dicapai apabila para karyawan atau tenaga kerja:
1.
Mengetahui prosedur kerja yang benar.
2.
Mengetahui baha yang menjadi obyek kerja.
3.
Mengetahui peralatan kerja.
4.
Mengetahui cara praktek keselamatan kerja.
Manajemen resiko (risk management) adalah proses yang
mendefinisikan ruang lingkup kerja, mengidentifikasi sumber kecelakaan kerja
yang potensial dan akhirnya menentukan langka atau kontrol untuk mengurangi
resiko. Penerapan manejemen resiko melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1.
Penentuan ruang lingkup proyek atau pekerjaan dengan
menentukan tujuan proyek, dimana, kapan, dan bagaimana akan dikerjakan serta
siapa yang mengerjakan dengan disertai kualifikasi menyangkut pengetahuan,
ketrampilan, dan keahlian masing-masing personel.
2.
Mengidentifikasi bahan dan proses yang digunakan.
3.
Menentukan sumber kecelakaan kerja yang menyertai
proses yang akan dilakukan dengan mencari informasi tentang bahan yang
digunakan, bahaya, dan kemungkinan kesalahan kerja yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.
4.
Evaluasi tingkat resiko kerja.
5.
Penentuan langkah dan kontrol yang harus diambil,
seperti penanganan khusus terhadap bahan, proteksi alat kerja, dan penggunaan
prosedur khusus penanganan proses.
6.
Pengawasan dan pelaporan seluruh proses juga jika
terjadi perubahan bahan, proses, atau prosedur kerja.
Faktor-faktor yang besar
pengaruhnya terhadap timbulnya bahaya dalam proses industri maupun laboratorium
meliputi suhu, tekanan, dan konsentrasi zat-zat pereaksi. Suhu yang tinggi
diperlukan dalam rangka menaikkan kecepatan reaksi kimia dalam industri, hanya
saja ketahanan alat terhadap suu harus dipertimbangkan. Tekanan yang tinggi
diperlukan untuk mempercepat reaksi, akan tetapi kalau tekanan sistem melampaui
batas yang diperkenankan dapat terjadi peledakan. Apalagi jika proses dilakukan
pada suhu tinggi dan reaktor tidak kuat lagi menahan beban. Konsentrasi zat
pereaksi yang tinggi dapat menyebabkan korosif terhadap reaktor dan dapat
mengurangi umur peralataan. Selain itu sifat bahan seperti bahan yang mudah
terbakar, mudah meledak, bahan beracun, atau dapat merusak bagian tubuh
manusia.
Beberapa sumber bahaya yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dapat dikategorikan sebagai berikut:
1.
Bahan Kimia.
Meliputi bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif, tidak
stabil, sangat reaktif, dan gas yang berbahaya. Penggunaan senyawa yang
bersifat karsinogenik dalam industri maupun laboratorium merupakan problem yang
signifikan, baik karena sifatnya yang berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam
penanganannya. Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam penanganan bahan
kimia berbahaya meliputi manajemen, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan,
keselamatan di laboratorium, pengendalian dan pengontrolan tempat kerja,
dekontaminasi, disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan pribadi para
pekerja, dan pelatihan. Bahan kimia dapat menyebabkan kecelakaan melalui
pernafasan (seperti gas beracun), serapaan pada
kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui mulut untuk padatan dan
cairan.
Bahan kimia
berbahaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu, bahan kimia yang
eksplosif (oksidator, logam aktif, hidrida, alkil logam, senyawa tidak stabil
secara termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap yang mudah terbakar).
Bahan kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam anorganik lemah, asam
organik kuat, asam organik lemah, alkil kuat, pengoksidasi, pelarut organik).
Bahan kimia yang merusak paru-paru (asbes), bahan kimia beracun, dan bahan
kimia karsinogenik (memicu pertumbuhan sel kanker), dan teratogenik.
2.
Bahan-bahan Biologis.
Bakteri, jamur, virus, dan parasit merupakan bahan-bahan
biologis yang sering digunakan dalam industri maupun dalam skala laboratorium.
Pada golongan ini bukan hanya organisme saja, tetapi juga semua bahan biokimia,
termasuk di dalamnya gula sederhana, asam amino, dan substrat yang digunakan
dalam proses industri. Penanganan dalam penyimpanan, proses, maupun pembuangan
bahan biologis ini perlu mendapatkan ketelitian dan kehati-hatian, mengingat
gangguan kontaminasi akibat organisme dapat menyebabkan kerusakan sel-sel tubuh
yang serius pada karyawan atau tenaga kerja.
3.
Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan
kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang
harus diperhatikan antara lain:
a.
Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus
listrik jika penggunaan melebihi limit/batas yang ditetapkan oleh alat.
b.
Improvisasi terhadap peralatan listrik harus
memperhatikan standar keamanan dari peralatan.
c.
Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja
sangat diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja.
d.
Berhati-hati dengan air. Jangan pernah meninggalkan
perkeraan yang memungkinkan peralatan listrik jatuh atau bersinggungan dengan
air. Begitu juga dengan semburan air yang langsung berinteraksi dengan
peralatan listrik.
e.
Berhati-hati dalam membangun atau mereparasi peralatan
listrik agar tidak membahayakan penguna yang lain dengan cara memberikan
keterangan tentang spesifikasi peralatan yang telah direparasi.
f.
Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat merusak peralatan
listrik maupun isolator sebagai pengaman arus listrik. Sifat korosif dari bahan
kimia dapat menyebabkan kerusakan pada komponen listrik.
g.
Perhatikan instalasi listrik jika bekerja pada atmosfer
yang mudah meledak. Misalnya pada lemari asam yang digunakan untuk pengendalian
gas yang mudah terbakar.
h.
Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan
memberikan pengaruh pada bahan isolator listrik. Temperatur sangat rendah
menyebabkan isolator akan mudah patah dan rusak. Isolator yang terbuat dari
bahan polivinil clorida (PVC) tidak
baik digunakan pada suhu di bawah 0 oC. Karet silikon dapat
digunakan pada suhu –50 oC. Batas maksimum pengoperasian alat juga
penting untuk diperhatikan. Bahan isolator dari polivinil clorida dapat digunakan sampai pada suhu 75 oC,
sedangkan karet silikon dapat digunakan sampai pada suhu 150 oC.
4.
Ionisasi Radiasi
Ionisasi radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam
X-ray difraksi atau radiasi internal yang digunakan oleh material radioaktif
yang dapat masuk ke dalam badan manusia melalui pernafasan, atau serapan
melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet, infra merah, frekuensi
radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan medan magnet juga harus
diperhatikan dan dipertimbangkan sebagai sumber kecelakaan kerja.
5.
Mekanik.
Walaupun industri dan laboratorium moderen lebih didominasi
oleh peralatan yang terkontrol oleh komputer, termasuk didalamnya robot
pengangkat benda berat, namun demikian kerja mekanik masih harus dilakukan.
Pekerjaan mekanik seperti transportasi bahan baku, penggantian peralatan habis
pakai, masih harus dilakukan secara manual, sehingga kesalahan prosedur kerja
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja seperti helmet,
sarung tangan, sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan perhatian khusus dalam lingkup
pekerjaan ini.
6.
Api.
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan bahan
kimia dalam berbagai variasi penggunaan termsuk proses pembuatan, pemformulaan
atau analisis. Cairan mudah terbakar yang sering digunakan dalam laboratorium
atau industri adalah hidrokarbon. Bahan
mudah terbakar yang lain misalnya pelarut organik seperti aseton, benzen,
butanol, etanol, dietil eter, karbon disulfida, toluena, heksana, dan
lain-lain. Para pekerja harus berusaha untuk akrab dan mengerti dengan
informasi yang terdapat dalam Material
Safety Data Sheets (MSDS). Dokumen MSDS memberikan penjelasan tentang
tingkat bahaya dari setiap bahan kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas
bahan yang diperkenankan untuk disimpan secara aman.
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang dapat
meledak atau tidak stabil. Banyak senyawa kimia yang mudah meledak sendiri atau
mudah meledak jika bereaksi dengan senyawa lain. Senyawa yang tidak stabil
harus diberi label pada penyimpanannya. Gas bertekanan juga merupakan sumber
kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer dari gas yang mudah terbakar.
7.
Suara (kebisingan).
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya terjadi
pada hampir semua industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri
besar. Generator pembangkit listrik, instalasi pendingin, atau mesin pembuat
vakum, merupakan sekian contoh dari peralatan yang diperlukan dalam industri.
Peralatan-peralatan tersebut berpotensi mengeluarkan suara yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja dan
gangguan kesehatan kerja. Selain angka kebisingan yang ditimbulkan oleh
mesin, para pekerja harus memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam
lingkungan tersebut. Pelindung telinga dari kebisingan juga harus diperhatikan
untuk menjamin keselamatan kerja.
Post a Comment for "Manajemen Keselamatan Kerja Laboratorium"