Makalah Filsafat Pendidikan Sains

TUGAS MATA KULIAH
FILSAFAT PENDIDIKAN SAINS
Dosen Pengampu Mata Kuliah:  Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
 


Disusun Oleh:
Istiqomah Wahyu Pradana      (S831408019)
Prodi Pendidikan Sains
Minat Biologi
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

Bab I
Pendahuluan
Hubungan antara sains dan filsafat sangat dekat sehingga beberapa ilmu pengetahuan tertentu, khususnya cabang-cabang yang lebih umum, seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan psikologi sangat diperlukan dalam filsafat. Filsafat saat ini cenderung langsung menganalisa secara kritis konsep-konsep dan mempelajari berbagai makna dan nilai. Arti filsafat tidak lebih sebagai studi logis dan humanistis berbagai hal.
Bidang pendidikan diperlukan ilmu filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang
mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya (Mudyahardjo, 2001).
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian filsafat pendidikan menjadi dasar suatu bangsa
itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan. Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Ajaran filsafat yang berbeda-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan kriteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.
Pengetahuan adalah persepsi subyek (manusia) atas berbagai obyek yang ada di alam semesta tanpa penyelidikan lebih lanjut. Pengetahuan hanya terbatas pada yang diketahui saja. Kebenaran dari pengetahuan perlu dipertanyakan kembali. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu yang besar, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita pelajari sejak mulai bangku  sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Ilmu pengetahuan adalah serangkaian pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan penyelidikan, pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) yang didukung oleh bukti nyata serta dapat dipertanggung jawabkan secara rasional. Ilmu pengetahuan membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Jadi, terlihat jelas perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu prestasi besar dari pikiran manusia. Tanpa pengetahuan tentang perkembangan atau pertumbuhan ilmu adalah sukar untuk mengerti sejarah modern dewasa ini. Kesemua hal ini merupakan kemajuan dari proses berpikir manusia yang berhubungan dengan filsafat. Sehingga pada masa sekarang kita mengenal adanya filsafat ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam (matematika, biologi, fisika dan kimia) telah mengubah sejarah kehidupan manusia. Perkembangan itu semakin pesat setelah diketemukannya komputer yang dapat membantu manusia dalam merancang dan menganalisis hasil-hasil penelitian. Di dunia kedokteran telah ditemukan berbagai teknik bedah, transplantasi organ, terapi genetik, bayi tabung, serta obat-obatan penyembuh berbagai penyakit. Itu semua berkat perkembangan IPA. Ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam dan ingin memahami alam apa adanya.
Biologi bagian dari sains yang memiliki karakteristik yang sama dengan ilmu sains lainnya. Adapun karakteristik ilmu pengetahuan alam termasuk biologi (SAINS/IPA) yaitu:
Obyek kajian berupa benda konkret dan dapat ditangkap indera. Dikembangkan berdasarkan pengalaman empiris (pengalaman nyata) memiliki langkah-langkah sistematis yang bersifat baku Menggunakan cara berfikir logis, yang bersifat deduktif artinya berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang khusus menjadi ketentuan yang berlaku umum. Bersifat deduktif artinya berfikir dengan menarik kesimpulan dari hal-hal yang umum menjadi ketentuan khusus.Hasilnya bersifat obyektif atau apa adanya, terhindar dari kepentingan pelaku  (subyektif).
Pada masa kini, biologi mencakup bidang akademik yang sangat luas, bersentuhan dengan bidang-bidang sains yang lain, dan sering kali dipandang sebagai ilmu yang mandiri. Namun, pencabangan biologi selalu mengikuti tiga dimensi yang saling tegak lurus: keanekaragaman (berdasarkan kelompok organisme), organisasi kehidupan (taraf kajian dari sistem kehidupan), dan interaksi (hubungan antarunit kehidupan serta antara unit kehidupan dengan lingkungannya).






BAB II
Filsafat Pendidikan Sains

A.    Pengertian Filsafat dan Sains

Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar karena filsafat ikut menentukan arah dan tujuan proses pendidikan. Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya (Wakhudin, 2011).
Sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti pengetahuan.memandang dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini sebagai suatu objek. Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum – hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sains berarti (1) ilmu teratur (sistematis) yang dapat diuji kebenarannya; (2) ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika, kimia dan biologi).
Sains pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah, observasi, eksperimen, survey, studi kasus dan lain-lain.
Sains merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya menggambarkan dan memberi makana pada dunia yang faktual. Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible terms). Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam .

B.     Karakteristik Sains
Sejarah membuktikan bahwa dengan metode sains telah membawa manusia pada kemajuan dalam pengetahuan. Randall dan Buchker mengemukakan beberapa ciri umum sains:
1.      Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyelidikinya adalah manusia.
2.      Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, artinya hasil sains yang sebelumnya dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan tidak memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
3.       Sains bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan, tidak tekrgantung pada pemahaman secara pribadi.

 Ralph Ross dan Ernest Van den Haag mengemukakan ciri-ciri sains, yaitu:
1.     Bersifat rasional (hasil dari proses berpikir dengan menggunakan rasio atau akal)
2.     Bersifat empiris (pengalaman oleh panca indra)
3.    Bersifat umum (hasil sains bisa digunakan oleh semua orang tanpa terkecuali),
4.    Bersifat akumulatif (hasil sains dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya)

C.    Ruang Lingkup Sains
Konsepsi siswa tentang sains sangat dipengaruhi oleh pandangan guru tentang sains. Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak zaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah.
Sains juga bisa berarti suatu metode khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada. Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekuensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi popular tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya.
Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi keahlian atau keterampilan tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya berbagai alat untuk pengamatan alam. Sains modern bisa lahir dari perumusan metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan logika rasional dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya eksperimen dan observasi.
Sumbangan konsep dan ide dalam sains terbukti telah banyak mengubah pandangan manusia terhadap alam sekitarnya. Contoh yang paling terkenal adalah teori relativitas dari Albert Einstein. Teori relativitas umum ini misalnya telah mengubah pandangan orang secara drastis akan sifat kepastian waktu serta sifat massa yang dianggap tetap. Disamping kekuatan konsep dan ide, melalui keampuhan alat dan telitinya pengamatan, kegiatan sains juga terbukti menjadi pemicu berbagai revolusi ilmiah. Pengamatan bintang-bintang oleh Edwin Hubble melalui teleskop di Gunung Wilson pada tahun 1920-an misalnya, membawa beberapa implikasi seperti adanya galaksi lain selain Bimasakti dan adanya penciptaan alam semesta secara ilmiah dengan makin populernya teori ledakan besar (Big Bang).
Teori-teori dalam sains terus berkembang dengan pesatnya. Suatu teori adalah suatu konstruksi yang biasanya dibuat secara logis dan matematis yang bertujuan untuk menjelaskan fakta ilmiah tentang alam sebagaimana adanya. Suatu teori yang baik harus mempunyai syarat lain selain dapat menjelaskan, yaitu dapat memberikan adanya prediksi, sebagai contoh, teori kuno yang menyatakan alam ini terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara, api dan air memenuhi syarat dapat menjelaskan komposisi alam, namun gagal bila mencoba memperkirakan dari mana semua unsur itu berasal dan bagaimana interaksinya dalam mahluk hidup.
Namun terkadang teori juga tidak bisa berbuat banyak karena konsekuensinya terlalu rumit bahkan untuk sekedar diramalkan. Untuk mengatasi hal ini para ilmuwan mengembangkan apa yang disebut dengan model. Model merupakan penyederhanaan dari suatu teori yang menjelaskan alam semesta misalnya secara lebih mudah akan satu aspek tertentu, namun menghilangkan aspek lainnya. Perkembangan teori atom memberikan kita contoh nyata tentang tentatifnya suatu teori dalam ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena teori-teori atau hukum-hukum alam dalam sains adalah suatu generalisasi atau ekstrapolasi dari pengamatan, dan bukan pengamatan itu sendiri. Sedangkan pengamatan itu sendiri selalu tidak akurat atau tidak menjelaskan semua aspek yang seharusnya diamati. Apa yang dijelaskan dengan model atom Thomson contohnya, hanya berdasar pengamatan dari percobaan sinar katoda saja; model ini direvisi oleh Rutherford setelah dia membuktikan keberadaan inti. Sehingga unsur ketidakpastian dan kerelatifan menjadi hal yang penting dalam ilmu pengetahuan modern yang membuatnya terus berkembang.

D.    Nilai Kebenaran Pengetahuan Sains
        Hipotesis (dalam Sains) ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya.
Teori –teori kebenaran :
a.    Korespondesi
Sebuah pernyataan dikatakan benar bila sesuai dengan fakta atau kenyataan. Contoh pernyataan : bentuk air selalu sesuai dengan ruang yang ditempatinya, pernyataan ini benar karena kenyataannya demikian. Kedua, kota Jakarta ada di pulau Jawa, pernyataan ini benar karena sesuai dengan fakta. Korespondesi memakai  logika induksi.
b.   Koherensi
Sebuah pernyataan dikatakan benar bila konsisten dengan pernyataan  sebelumnya yang dianggap benar.
c.    Pragmatik
Sebuah pernyataan dikatakan benar jika berguna (fungsional) dalam situasi praktis. Kebenaran pragmatik dapat menjadi titik pertemuan antara koherensi dan korespondesi. Jika ada dua teori keilmuan yang sudah memenuhi kriteria dua teori diatas , maka yang diambil adalah teori yang lebih mudah dipraktekkan. Agama dan seni bisa cocok jika diukur dengan teori kebenaran ini. Agama dengan satu peryataannya misalnya Tuhan ada, pernyataan ini benar secara pragmatik (adanya Tuhan berguna untuk menopang nilai-nilai hidup manusia dan menjadikanya teratur), lepas dari apakah Tuhan ada itu sesuai dengan fakta atau tidak, konsisten dengan pernyataan sebelumnya atau tidak.

E.     Titik Temu Filsafat dan Sains
Paradigma, Pendekatan, dan Metode dalam Sains dan Pendidikan Sains
Banyak ahli filsafat yang termasyhur yang telah memberikan sumbangannya terhadap perkembangan sains modern, seperti Leibnitz yang menemukan kalkulus diferensial, Ibnu Kholdun yang telah memberikan sumbangannya terhadap perkembangan ilmu kedokteran dan Auguste Comte yang disebut Bapak Sosiologi yang mempelopori perkembangan ilmu sejarah dan sosiologi.
1.      Filsafat dan sains keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam menghadapi fakta dunia.
2.      Filsafat dan sains keduanya menunjukan sikap kritis dan terbuka dan memberikan perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
3.      Filsafat dan sains keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis.
4.      Sains membantu filsafat dalam mengembangkan sejumlah bahan deskriptif dan faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
5.      Sains mengoreksi filsafat dengan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan ilmiah.
6.      Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong, yang menjadikan beraneka macam sains yang berbada serta menyusun bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.

F.     Perbedaan filsafat dan sains
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat dan sains adalah cara mengambil kesimpulan. Filsafat berusaha mencari kebenaran atas suatu hipotesa hanya dengan kekuatan berfikir. Sains bertumpu pada data-data yang telah diambil dan diverifikasi. Oleh karena itu keluaran yang dihasilkan juga berbeda tipe. Teori-teori keluaran filsafat bersifat Kualitatif dan Subjektif. Sedangkan sains menghasilkan output yang Kuantitatif dan Objektif (Salahudin, 2011).
Terdapat perbedaan yang hakiki antara filsafat dan sains, diantaranya:
1.    Sains bersifat analisis dan hanya menggarap salah satu pengetahuan sebagai objek formalnya. Filsafat bersifat synopsis, artinya melihat segala sesuatu dengan menekankan secara keseluruhan, karena keseluruhan mempunyai sifat tersendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.
2.    Sains bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menentukan fakta-fakta, netral dalam arti tidak memihak pada etik tertentu.Filsafat tidak hanya menggambarkan sesuatu melainkan membantu manusia untuk mengambil putusan-putusan tentang tujuan, nilai-nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral karena, faktor subjektif memegang peranan yang penting dalam filsafat
3.     Sains mengawali kerjanya dengan bertolak dan suatu asumsi yang tidak perlu diuji, sudah diakui dan diyakini kebenarannya. Filsafat bisa merenungkan kembali asumsi-asumsi yang telah ada untuk diuji ulang kebenarannya. Jadi, filsafat dapat meragukan setiap asumsi yang ada, dimana oleh sains telah diakui kebenarannya.
4.    Sains menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verfikasi terhadap teori dilakukan dengan cara menguji dalam praktek berdasarkan metode sains yang empiris.Selain menggunakan teori, filsafat dapat juga menggunakan hasil sains, dilakukan dengan menggunakan akal pikiran yang didasarkan pada pengalaman insani.
Jadi, sains berhubungan dan mempersoalkan fakta-fakta yang faktual, diperoleh dengan menggunakan eksperimen, observasi dan verifikasi, hanya berhubungan dengan sebagian aspek kehidupan di dunia ini. Sedangkan filsafat mencoba menghubungkan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif dan bermakna tentang sesuatu (Irawan, 2008).
Secara umum manusia berpikir induktif, yaitu dari hal khusus ke umum, dan relatif membuat asumsi-asumsi yang mendukung hipotesanya. Data bersifat kebalikannya, yaitu membatasi ruang cakupan teori dan mengerucutkan hipotesa sehingga menjadi teorema yang khusus. Karenanya filsafat juga menghasilkan teori-teori yang Umum dan Eksperimental, sedangkan keluaran sains bersifat Spesial dan Empiris. Walaupun berbeda, filsafat dan sains tetap memiliki sifat-sifat ilmu yaitu temporal, sistematis, rasional, kritis, dan logis. Temporal artinya bersifat sementara, teori apapun di dunia ini jika ada teori pengganti yang lebih baik atau lebih global akan ditinggalkan. Sistematis, rasional, kritis, dan logis adalah cara manusia berpikir. Keempat sifat itu adalah setting default otak manusia. Bila satu saja ditinggalkan, teori yang dihasilkan tidak akan bertahan.
Bagaimanapun juga ada beberapa hal yang tidak bisa dicover metode sains secara indah. Disinilah metode filsafat berperan. Ilmu sosial dan psikologi contohnya. Data yang diambil seringkali terlalu acak untuk dapat dianalisis dengan metode ilmiah. Maka dari itu intuisi dan pemikiran manusia yang cenderung merupakan metode filsafat banyak berperan disana.

G.      Ontologi Ilmu Pendidikan Sains
Pendekatan ontologi atau metafisik menekankan pada hakikat keberadaan, dalam hal ini keberadaaan pendidikan itu sendiri, Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha mengkaji secara mendalam hakikat pendidikan dan semua unsur yang berhubungan dengan pendidikan. Ontologi pendidikan, yaitu substansi pendidikan dalam semua perspektifnya, sebagaimana melihat pendidikan dari tujuan esensialnya sebagai pencapaian maksimal dari pendidikan.
Ontologi sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang hakekat dan struktur sains. Dan hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu sebenarnya, dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-cabang sains.
Masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Menurut Maulana (2008), dalam filsafat, logika merupakan senjata untuk berargumen, sehingga filsafat bisa diterima banyak orang. Dengan logika, filosof bisa berkomunikasi tanpa data, tetapi tetap punya ukuran atau acuan. Berpikir merupakan kunci berlogika, sedangkan akal merupakan alat untuk berpikir secara logis atau berpikir yang masuk akal. Begitu pula berpikir tentang hakikat manusia, di mana manusia adalah makhluk yang ada jasmani, rohani dan akal, yaitu makhluk yang punya pemikiran yang masuk akal. Jika ketiga komponen itu inti, membuktikan bahwa manusia itu sudah dididik. Jika intinya satu maka manusia akan mudah dididik.
Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

H.      Epistomologi Pendidikan Sains
Epistemologi adalah analisis filosofis terhadap sumber-sumber pengetahuan. Epistemologi adalah kata lain dari filsafat ilmu berasal dari bahasa latin episteme,berarti knowledge, yaitu pengetahuan dan ,berarti theory. Jadi, epistemologi, berarti “teori pengetahuan” atau teori tentang metode, cara, dan dasar ilmu pengetahuan, atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran, dan batasan ilmu manusia. Dalam filsafat, epistemologi merupakan cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode- metode, dan kesahihan pengetahuan (Surajiyo, 2010).
Epistimologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistimologi sains menjelaskan tentang objek pengetahuan sains, cara memperoleh pengetahuan sains, cara mengukur benar tidaknya pengetahuan sains. Dalam epistemologi, dibicarakan tentang sumber pengetahuan dan sistematikanya. Selain itu, dibicarakan pula tentang hakikat ketepatan susunan berfikir yang secara akurat pula digunakan untuk masalah-masalah yang bersangkutan dfengan maksud menemukan kebenaran isi sebuah pernyataan.
Epistomologi dalam objek ilmu pendidikan dapat dibedakan menjadi objek formal dan objek material. Objek formal atau bidang yang menjadi keseluruhan ruang lingkup riset pendidikan. Objek material berkenaan dengan aspek-aspek yang menjadi penyelidikan langsung ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001).
Berkaitan dengan pemikiran di atas, terdapat empat jenis kebenaran yang secara umum telah dikenal oleh orang banyak, yaitu sebagai berikut.
1.      Kebenaran religious, yaitu kebenaran yang memenuhi criteria atau dibangun berdasarkan kaidah-kaidah agama atau keyakinan tertentu, yang disebut juga dengan kebenaran absolut atau kebenaran mutlak yang tidak terbantahkan. Kebenaran ini bersifat religius.
2.      Kebenaran filosofis, yaitu kebenaran hasil perenungan dan pemikiran kontemplatif terhadap hakikat sesuatu.
3.      Kebenaran estetis, yaitu kebenaran yang berdasarkan penilaian indah atau buruk, serta cita-cita rasa estetis.
4.      Kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syrata ilmiah, terutama menyangkut adanya teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.

Kebenaran pengetahuan dapat pula dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut dan kebenaran relative atau nisbi. Kebenaran mutlak adalah kebenaran yang tidak berubah-ubah dan tidak dapat dipengaruhi oleh yang lain. Artinya ,kebenaran yang sudah ada pada hakikat dirinya sendiri, misalnya kebenaran adanya tuhan. Adapun kebenaran relative atau nisbi adalah kebenaran yang berubah-ibah, tidak tetap, dan dapat dipengaruhi oleh hal lain di luar hakikat dirinya.
Ilmu objektif adalah ilmu yang keberadaan objeknya tidak bergantung pada ada atau tidak adanya pengetahuan subjek tentang objek tersebut.objek ilmu itu ada, tidak bergantungh pada telah diketahui atau belum diketahuinya oleh subjek yaitu manusia.
Sementara ilmu yang subjektif adalah ilmu yang kebenaranya objeknya bergantung pada ada tidak adanya subjek sehingga subjek tidak ada, ilmu pun tidak dinyatakan ada, keberadaan ilmu dalam kondisi relatif.

I.     Aksiologi Ilmu Pendidikan Sains
Aksiologi pendidikan berkaitan dengan masalah ilmu dan pengetahuan (kognitif), maksudnya adalah memikirkan segala hakikat pengetahuan atau hakikat keberadaan segala sesuatu yang bersifat fisikal dan metafisikal, baik yang umum maupun yang khusus. Oleh karena itu, kajiannya mengarahkan diri pada dasar-dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran, logika, sumber pengetahuan, dan criteria kebenaran. Demikian pula dengan aspek ontologinya, kajian tentang hakikatnya mengarahkan diri pada hal-hal yang sifatnya metafisikal, asumsial, dan batas-batas oenjelajahan ilmu yang dilengkapi perspektif epistemologis tentang system berfikir dan struktur pengetahuan ilmiah. Tujuan pendidikan atau aksiologi pendidikan secara esensial adalah terwujudnya anak didik yang memahami ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari (Ismaun, 2001).
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kallsolt, 2004). Ahmad (2010) berpendapat bahwa aksiologi adalah penerapan pengetahuan, jadi dibahas mulai dari klasifikasinya, kemudian dengan melihat tujuan pengetahuan itu sendiri, akhirnya dilihat perkembangannya. Aksiologi sains membahas tentang kegunaan sains, cara sains menyelesaikan masalah, dan netralitas sains.
Konsep ilmiah pendidikan secara potensial turut mendorong berkembangnya pemikiran tentang hakikat manusia. Ilmu pendidikan menghasilkan konsep ilmiah tentang pola tingkah laku dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di lingkungan hidup manusia, konsep tersebut berguna untuk meningkatkan pemahaman tentang aspek dan dimensi pendidikan (Mudyohardjo, 2001).

J.      Substansi Pendidikan dan Sains
Pendidikan sains mestinya memberikan andil dalam perkembangan iptek dari waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena yang dikenal manusia banyak, pengetahuan tersebut perlu dikelompokkan sehingga berkembang taksonomi dan sistematik. Selanjutnya manusia mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan bioteknologi. Manusia memperoleh banyak manfaat dari semua itu, tetapi pendidikan sains perlu membekali biomanajamen dan bioetika agar penerapan pengetahuan di lingkungannya membawa arah pemberdayaan berkelanjutan. Seyogianya pendidikan sains memberi siswa bekal keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya etika dalam mengolah bahan di lingkungannya. Manusia hendaknya menjadi pemelihara keanekaragaman dan fungsi lingkungan agar manusia tetap dapat mengambil manfaat dari keanekaragaman dan lingkungan tetap dapat mendukung kehidupan manusia pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Jadi dari semua itu sebenarnya pendidikan sains atau bioedukasi yang perlu berperan agar lingkungan dan alam tetap bersahabat dengan manusia.
Jadi pendidikan sains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan sains, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan sains dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan untuk pengajaran Sains perlu dan dapat dimuati unsure pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude). Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains antara lain meliputi: curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan). Cara pengajaran dapat diintegrasikan dengan penyisipan dan penanaman nilai-nilai sains di dalamnya. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah nilai praktis, nilai intelektual, nilai religius, nilai sosial-ekonomi, dan nilai pendidikan.
         
K. Aliran – aliran dalam Filsafat Pendidikan
Sejarah perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan telah melahirkan sejumlah filsafat yang melandasinya. Dari berbagai filsafat yang ada, terdapat tiga aliran paham yang dirasakan masih dominan pengaruhnya hingga saat ini, yang secara kebetulan ketiganya lahir pada jaman abad pencerahan menejelang zaman modern (Saadulah, 2007).
1.    Nativisme atau Naturalisme, dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M). Pahaam ini berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung pesimistik.
2.    Empirisme atau Environtalisme, dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan J. Herbart (1776-1841 M). Aliran ini berpandangan bahwa manusia lahir hanya membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.
3.    Konvergensionisme atau Interaksionisme, dengan tokohnya antara lain William Stern (1871-1939). Pandangan ini pada dasarnya merupakan perpaduan dari kedua pandangan terdahulu. Menurut pandangan ini, baik pembawaan anak maupun lingkungan merupakan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua faktor determinan tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.

L.  Kelebihan Dan Kekurangan Sains
Kelebihan sains yaitu:
1.      Sains telah memberikan banyak sumbangannya bagi umat manusia, misalnya dalam  perkembangan sains dan teknologi kedokteran, sains dan teknologi komunikasi dan informasi.
2.      Dengan sains dan teknologi memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat dan tepat, efektif dan efisien karena sains dan teknologi merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperimen dan verifikasi.

Kelemahan sains yaitu:
1.      Sains bersifat objektif, menyampingkan penilaian yang bersifat subjektif. Sains menyampingkan tujuan hidup, sehingga dengan demikian sains dan teknologi tidak bisa dijadikan pembimbing bagi manusia dalam menjalani hidup ini.
2.      Sains membutuhkan pendamping dalam operasinya. Menurut Albert Einstein, "Sains tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa sains adalah buta (Science without religion is lame, religion without sains is blind)".



BAB III
KESIMPULAN

Objek filsafat adalah mengambil alih berbagai hasil sains, menambahkan pada hasil-hasil sains yang diambil alih tersebut dengan berbagai hasil pengalaman etis dan religius umat manusia kemudian merefleksikannya secara keseluruhan. Zaman ini sains lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Sifat ini mengungkapkan hubungan tentang intensitas (keterarahan) dua fenomena.  
Usaha mempelajari hubungan kuantitatif terlalu sering meninggalkan bukan hanya instruktur tetapi juga waktu luang pelajar untuk lebih banyak melakukan penyelidikan atau spekulasi seperti terhadap mekanisme hubungan kuantutatif itu sendiri.
Sains merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya menggambarkan dan memberi makana pada dunia yang faktual. Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible terms). Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam.
Epistimologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistimologi sains menjelaskan tentang objek pengetahuan sains, cara memperoleh pengetahuan sains, cara mengukur benar tidaknya pengetahuan sains.
Ontologi sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang hakekat dan struktur sains. Dan hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu sebenarnya, dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-cabang sains.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kallsolt, 2004). Ahmad (2010) berpendapat bahwa aksiologi adalah penerapan pengetahuan, jadi dibahas mulai dari klasifikasinya, kemudian dengan melihat tujuan pengetahuan itu sendiri, akhirnya dilihat perkembangannya. Aksiologi sains membahas tentang kegunaan sains, cara sains menyelesaikan masalah, dan netralitas sains.
                           DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,T. 2010. Filsafat Mengurai Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung

Irawan. 2008. Pengantar Singkat Ilmu Filsafat. Intelekia Pratama: Bandung

Ismaun
. 2001. Filsafat Ilmu. (Diktat Kuliah). UPI Bandung : Bandung.

Kattstoff, Louis. 2004. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana: Yogyakarta

Mudyahardjo, R. 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan. PT. Rosdakarya : Bandung

Sadullah, U. 2007. Pengantar filsafat Pendidikan. Alfabeta :Bandung

Salahudin, S. 2011. Filsafat Pendidikan. Pustaka Setia : Bandung

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Bumi Aksara : Jakarta

Wakhudin. 2011.  Filsafat Naturalisme. (Makalah). PPS-UPI Bandung

http://rahmahthalib.wordpress.com/2010/04/14/aksiologi-sains-by-rahmah-2/, diakses               26 April 2013

Post a Comment for "Makalah Filsafat Pendidikan Sains"