Anoa (Bubalus sp.) adalah banteng berukuran kecil, memiliki tinggi badan satu meter, dan merupakan hewan endemik di Sulawesi. Anoa disebut juga sebagai sapi cebol karena ukurannya tak
sebesar sapi pada umumnya. Terdapat dua jenis Anoa, yaitu Bubalus depressicornis (Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi (Anoa dataran tinggi). Makanan Anoa berupa buah-buahan, tunas daun, rumput, pakis, dan lumut. Anoa bersifat soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok. Perilaku soliter anoa diduga oleh beberapa ahli merupakan adaptasi satwa terhadap lingkungannya yang mengalami gangguan manusia. Dalam habitat yang berbatasan langsung dengan perkebunan dan pemukimann manusia, anoa keluar pada malam hari baik secara soliter atau kelompok kecil (Syam 1978). Habibat anoa banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai atau dekat dengan sumber air.
Groves (1969) mengatakan bahwa saat ini anoa sudah tidak memiliki habitat yang khas lagi. Terkadang anoa dataran rendah dapat ditemukan di daerah dataran tinggi dan sebaliknya anoa dataran tinggi juga terkadang dijumpai di daerah dataran rendah. Hal ini terjadi karena semakin sempitnya habitat anoa yang semakin terdesak pemukiman penduduk dan semakin rusaknya hutan sehingga anoa mencari tempat perlindungan dan makanan dengan tidak terdapat batasan lagi.
Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Populasi fauna endemik Pulau Sulawesi ini kian susut akibat perambahan hutan dan perburuan. Degradasi hutan terjadi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, permukiman, maupun penebangan liar. Perburuan anoa biasanya dilakukan untuk mengambil tanduknyasebagai hiasan. Anoa juga biasanya banyak diburu untuk dikonsumsi. Warga yang mengkonsumsi daging anoa banyak terdapat di daerah perbatasan Suaka Margasatwa Nantu dan kawasan hutan Papualangi, di Desa Cempaka Putih, Kabupaten Gorontalo Utara. Warga menganggap anoa adalah sapi hutan yang boleh diburu dan dikonsumsi. Walaupun telah beberapa kali diingatkan tentang status Anoa yang dilindungi, warga seperti tidak mempedulikan dan tetap memburu hewan langka ini. Selain itu, sulitnya jenis hewan ini untuk bertambah disebabkan oleh kebiasaan monogami. Sehingga hanya akan terdapat satu pasangan bagi pejantan dan betina.
Menurut perkiraan data yang terdapat pada situs IUCN, dalam seluruh wilayah Sulawesi, Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) Populasinya kurang dari 2500 individu dan Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) Populasinya juga kurang dari 2500 individu. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara juga menyebutkan bahwa saat ini sudah sangat sulit menemukan populasi anoa di enam wilayah hutan yang menjadi habitat hidupnya di Sulawesi Utara, yakni Tanjung Amolengo, Tanjung Peropa, Buton Utara, Tanjung Batikolo, Lambusango, dan Mangolo. Data terakhir yang menjadi acuan BKSDA Sulawesi Utara tentang perkiraan jumlah populasi anoa adalah data tahun 1995, dimana diperkirakan jumlah anoa di Sulawesi utara berjumlah 2.060 indvidu. Sedangkandi cagar alam Tangkoko Dua Saudara Bitung Sulawesi Utara, jumlah Anoa menurun 90% selama 15 tahun dan jenis ini sudah mengalami kepunahan lokal. Kisaran populasi anoa di kompleks hutan Gunung Poniki sebesar 5-14 individu dengan kepadatan populasi sebesar 1 ind/km2, sedangkan di Suaka Margasatwa Nantu, Gorontalo, Kepadatan populasi anoa sebesar 0.76 ind/km2 dengan jumlah populasi dugaan 20-22 individu. Di hutan Panua 50i ndividu, dan di taman nasional Bogani Nani Wartabone jumlah anoa maksimal 300 individu. Di Sulawesi Tenggara, habitat terbesar satwa liar kategori langka itu kini diperkirakan berjumlah kurang dari 1.000 individu saja.
Konservasi anoa telah dilakukan di Taman Safari dari wilayah Palu dan Poso (Sulawesi Tengah). Selain itu terdapat juga pada Cagar Alam Gunung Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan TN Rawa Aopa Watumohai walaupun beberapa beberapa pihak menduga satwa ini sudah punah. Tahun 2010, Taman Nasional Lore-Lindu, Taman Nasional Bogani Nani-Wartabone, Lambu Sango, dan Cagar Alam Tanjung Peropa sudah mencoba melakukan penangkaran satwa langka yang dilindungi ini.
Satwa ini dilindungi oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam IUCN Red List of Threatened Animal (The International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) 2009, anoa dikategorikan sebagai satwa langka yang dikhawatirkan akan punah dan CITES 2008 (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) mengkategorikan anoa dalam Appendix I yang berarti satwa tersebut dilindungi dan tidak untuk diperjual belikan.
Penelitian genetik dan morfologi telah dilakukan sejumlah peneliti untuk tujuan program pemuliaan. Langkah konservasi yang dapat dilakukan seperti yang pertama adalah perlindungan dari perburuan. Karena yang terjadi adalah meskipun anoa telah dimasukkan ke dalam wilayah taman nasional atau cagar alam, perburuan masih terjadi yang dilakukan oleh penduduk sekitar. Perlindungan harus benar-benar dilakukan agar jumlah anoa tidak semakin turun. Yang kedua adalah pencegahan hilangnya habitat di lokasi utama. Anoa membutuhkan tempat berlindung dari pemangsa. Anoa menyukai tempat yang rimbun, bersih, seperti dibalik semak-semak atau dilubang pohon sebagai tempat beristirahat, melahirkan dan menjaga anak-anaknya. Habitat ini harus dijaga agar anoa dapat bertahan di alam dan terus bereproduksi. Yang ketiga adalah studi genetik lengkap untuk lebih menentukan taksonomi spesies ini, dan yang terakhir penentuan status populasi yang tersisa.
Penegakan hukum dikombinasikan dengan pendidikan harus dilakukan untuk mengurangi banyaknya perburuan. Sebagai bagian dari Indonesia, kita harus menyadari bahwa kekayaan yang ada sekarang termasuk kekayaan beraneka macam satwa bukan untuk dihabiskan pada masa sekarang. Seperti sebuah kutipan yang mengatakan “Bumi bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan dari anak cucu kita”. Jadi jangan berbangga hati dan egois dengan kekayaan alam yang dimiliki, karena semua ini bukan milik generasi sekarang, tapi milik generasi yang akan datang. kita hanya berkewajiban menjaga agar tetap lestari. Act now, save Anoa!
Daftar Pustaka :
ANOA: Satwa Endemik Sulawesi. http://www.ksdasulsel.org/artikel/fauna/165-anoa-satwa-endemik-sulawesi\
Bubalus quarlesi (Mountain Anoa). http://www.iucnredlist.org/details/3128/0
Bubalus depressicornis (Anoa, Lowland Anoa). http://www.iucnredlist.org/details/3126/0
Groves, C.P. 1969. Systematic of Anoa (Mammalia, Bovidae) Beaufortia 17 : 1-12.
Kasim., K. 2002. Potensi Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus quarlesi) sebagai Alternatif Satwa Budidaya dalam Mengatasi Kepunahannya. Tesis. Program pascasarjana, IPB. Bogor
Syam, A. 1978. Pengamatan Habitat dan Populasi Anoa (Anoa depressicornis) di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus Sulawesi Utara. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor
Post a Comment for "Detik-detik kepunahan Anoa dari Sulawesi"