Filosofi Tembang Macapat Durma

Durma (Munduring Tata Krama)



Filosofi Macapat Durma



    Durma berasal dari kata “munduring tata krama”. Filosofi tembang macapat Durma menggambarkan ada kalanya manusia tipis imannya sehingga mundur (berkurang) kramanya (bisa kesopanan maupun imannya).

    Juga dalam cerita wayang purwa dikenal  banyak tokoh dari kalangan “hitam” yang jahat. Sebut saja misalnya Dursasana, Durmagati,Duryudana. Dalam terminologi Jawa dikenal berbagai istilah menggunakan suku kata dur/ dura (nglengkara) yang mewakili makna negatif (awon). Sebut saja misalnya : duraatmokodurokodursiladura sengkaraduracara (bicara buruk), durajayadursahasyadurmaladurnitidurtadurtamaudur, dst. Jadi jelas nama wayang tersebut (yang diawali “dur”) juga menggambarkan hal negatif dari manusia.

    Sehingga bisa juga Tembang macapat Durma diciptakan untuk mengingatkan sekaligus  menggambarkan keadaan manusia yang cenderung berbuat buruk atau jahat. Manusia gemar udur atau cekcok, cari menang dan benernya sendiri, tak mau memahami perasaan orang lain. Sementara manusia cendrung mengikuti hawa nafsu yang dirasakan sendiri (nuruti rahsaning karep). Walaupun merugikan orang lain tidak peduli lagi. Nasehat bapa-ibu sudah tidak digubris dan dihiraukan lagi. Lupa diri selalu merasa iri hati. Manusia walaupun tidak mau disakiti, namun gemar menyakiti hati. Suka berdalih niatnya baik, namun tak peduli caranya yang kurang baik. Begitulah keadaan manusia di planet bumi, suka bertengkar, emosi, tak terkendali, mencelakai, dan menyakiti. Maka hati-hatilah, yang selalu eling dan waspadha.

    Contoh tembangnya :

    Kae manungsa golek upa angkara
    Sesingidan mawuni
    Nggawa bandha donya
    Mbuwang rasa agama
    Nyingkiri sesanti ati
    Tan wedi dosa
    Tan eling bakal mati



    Untuk lirik yang lain serta sifat- sifat Tembang Macapat Durma klik di sini

    Untuk downnload mp3 Tembang Durma Klik di sini

    Post a Comment for "Filosofi Tembang Macapat Durma"