PERNAPASAN RESPIRASI JANGKRIK
I.
Tujuan :
1.
Mempelajari sebagian proses yang terjadi
pada respirasi
2.
Menghitung konsumsi oksigen hewan uji
pada respirasi
3.
Mengetahui pengaruh berat badan terhadap
penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik)
4.
Mengetahui pengaruh suhu biasa terhadap
penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik)
5.
Mengetahui pengaruh suhu panas terhadap
penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik)
6.
Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap
penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik)
7.
Mendeteksi
laju respirasi melalui pengamatan membuka menutupnya operculum pada ikan
II. Dasar teori
Dalam
arti luas respirasi termasuk pembebasan energi dan molekul makanan. Pembebasan
energi kimia dalam makanan ini berlangsung perlahan tahap demi tahap. Banyak
sekali faktor yang mempengaruhi respirasi (Sumanto.1996:13).
Semua
makhluk hidup membutuhkan tenaga untuk melakukan kegiatan, untuk memenuhi
energi ini makhluk hidup memerlukan zat makanan organik yang akan dipecah pada
proses pembakaran atau oksidasi. Pada proses pemecahan ini dihasilkan energi
yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan lain di dalam sel.
Pada
hewan tingkat tinggi, respirasi dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a.
Respirasi eksterna
Pertukaran gas antara
medium di sekitarnya dengan darah dalam paru-paru.
b.
Respirasi interna
Pertukaran gas antara
darah dalam sistem kapiler dan jaringan (Sumanto. 1996:83)
Proses
respirasi dapat dilihat secara langsung dari adanya pelepasan CO2,
pembentukan air dan penyusunan bahan kering dari jaringan yang melakukan
respirasi. Rumus kimia keseluruhannya bila terjadi oksidasi lengkap dari
substrat gula heksosa adalah:

Suatu proses respirasi dapat diketahui
dari kenaikan temperatur yang diakibatkannya. Selain itu dapat pula diukur
dengan banyak sedikitnya volume O2 yang digunakan atau volume CO2
yang dilepas.
Alat-alat respirasi tiap makhluk hidup tidak selalu
sama, berbeda-beda tergantung tempat tinggal, habitat, jenis, dan faktor-faktor
penentu lainnya. Selain itu, kecepatan respirasi pada berbagai hewan
berbeda bergantung dari berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan
bobot tubuh. (Wiryadi, 2007).
Alat Pernafasan Mamalia serta Manusia, Mamalia
bernafas dengan alat pernapasan utama berupa paru-paru. Contoh mamalia yaitu kambing, sapi, kerbau, kuda, kucing, tikus,
sedangkan mamalia yang hidup di air adalah ikan paus dan lumba-lumba.
Pada manusia, paru-paru terletak di dalam rongga dada di atas diafragma (sekat
antara rongga dada dan rongga perut) yang dilindungi oleh tulang dada dan tulang
rusuk. Urutan udara masuk pada tubuh manusia yaitu udara di lingkungan hidung, faring, laring, trakea, bronkus (cabang tenggorokan), bronkeolus,
alveolus. Di dalam hidung terdapat rambut dan lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara agar bebas dari kotoran, penyesuaian suhu serta kelembapan.
Pernafasan pada manusia terdapat 2 macam,yaitu pernafasan dada (pernafasan
antar tulang rusuk) dan pernafasan perut (pernafasan menggunakan diafragma) (Anonim, 2008)
Alat pernafasan pada hewan bermacam-macam, yaitu
yang bernafas dengan paru-paru,insang, trakea, dan kulit.
Ikan hidup di air sehingga bernafas dengan
menggunakan insang. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup
insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan
tidak ditutupi oleh operkulum. Insang tidak saja berfungsi sebagai alat
pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan
osmoregulator (Anonim, 2008).
Alat pernafasan serangga yang hidup di darat berbeda
dengan yang hidup di air. Serangga bernafas dengan trakea. Trakea adalah suatu
sistem alat pernafasan yang terdiri atas
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang ke seluruh tubuh yang dimiliki oleh serangga
dan hewan arthropoda lainnya. Cabang-cabang ini bermuara di stigma (spirakel).
Stigma merupakan pembuluh silindris berlapis kitin yang berpasangan pada setiap
segmen tubuh yang menjadi tempat keluar masuknya udara yang diatur oleh otot sebagai
katupnya. Kemudian, udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea menuju
trakeolus (analogi kapiler pada sistem transportasi vertebrata), lalu ke seluruh
sel-sel tubuh. Pada trakea terdapat kantong udara (kantong hawa) yang berfungsi
menyimpan udara yang masuk untuk sementara waktu. Serangga yang hidup di air, misalnya
jentik-jentik nyamuk mempunyai alat bantu pernafasan, yaitu tabung pernafasan yang menghubungkan dengan trakea
(Wiryadi, 2007).
Pernafasan ikan berlangsung 2
tahap, yaitu tahap pemasukan (mulut ikan membuka dan tutup insang
menutup sehingga air masuk rongga mulut, kemudian menuju lembaraninsang, di sinilah
oksigen yang larut dalam air diambil oleh darah, selain itu darah
jugamelepaskan karbondioksida dan uap air) dan tahap pengeluaran (mulut menutup
dantutup insang membuka sehingga air dari rongga mulut mengalir keluar melalui
insang.Air yang dikeluarkan ini telah bercmpur dengan CO2 dan uap air yang
dilepaskan darah) (Ahmadi, 2008).
Untuk ikan yang hidup di lumpur seperti ikan lele,
gabus, betok, pada insangnya terdapat banyak lipatan yang disebut labirin yang
berfungsi untuk menyimpan oksigen.Selain labirin, ikan juga mempuyai gelembung
renang yang fungsinya sama, yaitu untuk menyimpan oksigen serta membantu
gerakan ikan naik turun. (Anonim, 2008)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pernapasan
diantaranya :
1.
Suhu, Bagi hewan Homeoterm
(contoh:mencit) suhu tidak begitu berpengaruh bagi laju respirasinya, karena
hewan tersebut memiliki termoregulasi yang baik sehingga dapat menyesuaikan
suhu tubuhnya agar tetap normal. Namun, bagi hewan poikloterm (contoh:ikan dan
kadal) suhu berperan penting dalam menentukan laju respirasinya. Suhu tubuh hewan poikloterm mengikuti suhu
lingkungannya (Ganong,1995). Ketika suhu tubuh melebihi normal, maka
pembuluh darah akan melebar dan aliran darahsemakin cepat. Untuk mengalirkan
darah lebih cepat, jantung memerlukan energi lebih banyak. Sehingga tubuh
membutuhkan oksigen lebih banyak untuk oksidasi karbohidrat menjadi energi .
Hal ini menyebabkan laju respirasi meningkat. Misal, kadal yang hidup diBandung
dengan suhu sekitar 250C akan memiliki laju respirasi lebih rendah
dibandingkan dengan kadal yang hidup di
gurun dengan suhu sekitar 400C.
2.
Usia, Usia mempengaruhi kebutuhan
oksigen suatu individu. Ketika usia bertambah, elastisitas jaringan tubuh
semakin berkurang, begitu pula dengan paru-paru. Hal tersebut dapat mengurangi
kapasitas vital paru-paru, sehingga paru-paru dituntut untuk bernapas lebih sering
(Martini,2006).
3.
Status kesehatan, Individu
yang sakit memiliki laju pernapasan yang berbeda dengan individu yang sehat.Misal,
individu yang menderita emfisema memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dari pada
individu normal.
4.
Aktivitas, Aktivitas yang banyak
memerlukan energi yang besar, sehingga memerlukan oksigen yang besar pula. Pusat pernapasan merespon
terhadap berbagai sinyal saraf dan kimiawi, menyesuaikan laju dan kedalaman
pernapasan untuk memenuhi permintaan tubuh yang berubah (Campbell,2004).
5.
Ketinggian tempat hidup, Konsentrasi
oksigen di udara pada dataran tinggi lebih rendah dibandingkan dengan dataran
rendah, sehingga individu dengan spesies yang sama yang hidup di dataran tinggi
memiliki laju pernapasan yang lebih tinggi daripada individu yang hidup di
dataran rendah.
6.
Jenis kelamin, Laju respirasi hewan
jantan dan betina berbeda. Hewan jantan cenderung memiliki laju respirasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan hewan betina.
Dalam keadaan istirahat, seekor mencit memiliki laju
konsumsi oksigen sebesar 2,5 mL O2/gr/jam, sedangkan pada saat aktif
sebesar 20 mL O2/gr/jam (Seeley,2003). Berdasarkan Seeley (2003),
laju konsumsi ikan mas adalah sebesar 0,14 ml/gr/jam saat tidak aktif dan0,255 ml/gr/jam
saat aktif.
III.
Alat
dan bahan
1.
Kandungan udara pernafasan
a.
Alat
Nama Alat
|
Jumlah
|
1.
Tabung reaksi
2.
Sedotan
|
3 buah
3
buah
|
b.
Bahan
Nama Bahan
|
Jumlah
|
1.
Air kapur
2.
Phenolphthalein (PP)
3.
Bromthymol Blue (BTB)
|
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
|
2.
Konsumsi oksigen
a.
Alat
Nama Alat
|
Jumlah
|
1.
Respirometer
2.
Larutan berwarna
3.
KOH
4.
Malam
5.
Stopwatch
6.
Beker gelas
7.
Tabung reaksi
8.
Faselin
9.
Eosin
|
1 buah
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
1 buah
3 buah
1 buah
Secukupnya
Secukupnya
|
b.
Bahan
Nama Bahan
|
Jumlah
|
1.
Jangkrik (kecil dan besar)
2.
Kapas
3.
Air panas
4.
Air dingin
5.
Air biasa
|
@ 2 ekor
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
|
3.
Laju respirasi
a.
Alat
Nama Alat
|
Jumlah
|
1.
Gelas beker
2.
Stopwatch
3.
Neraca digital
|
3 buah
1 buah
1
buah
|
b.
Bahan
Nama Bahan
|
Jumlah
|
1.
Air es
2.
Air panas
3.
Air dingin
4.
Ikan koki
|
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
1 ekor
|
IV.
Cara
kerja
1.
Kandungan udara pernafasan
a.
Menyiapkan 3 tabung reaksi,
masing-masing diisi dengan 2 ml air kapur
b.
Meniup tabung dengan sedotan menggunakan
mulut.
c.
Mengamati perubahan yang terjadi
d.
Mengulangi langkah 1-3 dengan
menambahkan 1 tetes PP pada tabung kedua dan 1 tetes BTB pada tabung ketiga
e.
Mengamati perubahan warna pada tiap
tabung
f.
Mencatat hasil pengamatan.
2.
Konsumsi oksigen
a.
Menyiapkan hewan uji (jangkrik) dengan ukuran berbeda
b.
Menimbang berat badan hewan uji
dan mencatat hasilnya
c.
Memasukkan hewan uji ke dalam ruang pernafasan respirometer dengan cara
membuka ruang dan beri sedikit kristal KOH
pada kapas
d.
Kemudian ruang pernafasan ditutup kembali dan difaselin.
Pada saat ini bagian karet pembebas dibuka
e.
sistem
dalam rangkaian alat ini ditutup dengan menutup kembali karet pembebas
f.
Melakukan peneraan pipa respirometer dengan memasukkan
larutan berwarna seperti larutan Brodie secukupnya pada penunjuk skala
g.
Menghitung waktu dan jarak yang ditempuh
cairan berwarna dalam pipa dihitung dari saat penetesan cairan, interval waktu
2 menit masing-masing selama 10 menit
h.
Mengulangi cara kerja b-g di atas dengan
perlakuan hewan uji dimana diletakan pada suhu panas dan dingin dan mengukur
konsumsi oksigen dengan respirometer kembali
3.
Laju respirasi
a.
menyiapkan tiga buah bejana masing-masing bejana diisi air
(suhu sesuai suhu ruang), air es dan air hangat serta satu bejana lagi sebagai tempat aklimatisasi.
b.
menyiapkan ikan, menimbang berat badannya dan determinasi jenisnya
c.
memasukkan ikan pada suhu biasa
d.
mengamati gerakan membuka menutupnya insang.
e.
menghitung kecepatan membuka menutupnya operculum dengan
bantuan pencacah waktu. Masing-masing
dengan interval waktu 5 menit sebanyak 3 kali
f.
Ikan
kembali diaklimatisasi
g.
Memasukkan ikan ke bejana air panas , melakukan langkah yang sama seperti langkah d-e
h.
Ikan kembali diakliatisasi
i.
memasukkan ikan ke bejana air dingin , melakukan langkah yang sama seperti langkah d-e
j.
mencatat hasil pengamatan meliputi suhu,waktu dan jumlah
membuka menutupnya operculum.
V. Hasil percobaan Data Pengamatan
1.
Kandungan udara pernafasan
Bahan
|
Warna
awal
|
Warna
akhir
|
Air
kapur
|
Bening
|
Keruh
|
Air
kapur +PP
|
Bening
keunguan
|
Bening
|
Air
kapur +BTB
|
Biru
|
Hijau
|
2.
Konsumsi oksigen
Ukuran
|
Jarak
yang ditempuh (cm)
|
||||||||||||||
Normal
|
Panas
|
Dingin
|
|||||||||||||
2’
|
4’
|
6’
|
8’
|
10’
|
2’
|
4’
|
6’
|
8’
|
10’
|
2’
|
4’
|
6’
|
8’
|
10’
|
|
Besar
(0,88 gr)
|
0,33
|
0,53
|
0,69
|
0,80
|
0,92
|
0,18
|
0,20
|
0,21
|
0,29
|
0,31
|
0,24
|
0,31
|
0,4
|
0,48
|
0,49
|
Kecil
(0,32 gr)
|
0,23
|
0,37
|
0,50
|
0,54
|
0,60
|
0,03
|
0,04
|
0,09
|
0,25
|
0,26
|
0,09
|
0,2
|
0,32
|
0,35
|
0,35
|
3.
Laju pernafasan
Berat ikan
|
Kondisi suhu air
|
Jumlah buka tutup insang
|
Laju
respirasi (/5 menit)
|
||
5’
|
10’
|
15’
|
|||
12,5
gr
|
Dingin
|
211
|
193
|
220
|
42,134
|
Netral
|
275
|
378
|
385
|
69,134
|
|
Hangat
|
186
|
205
|
217
|
40,534
|
VI.
Pembahasan
a.
Kandungan udara pernafasan
Pada
tabung pertama ( air kapur ) mula-mula berwarna putih jernih setelah ditiup
menjadi keruh dan terdapat endapan. Hal
ini telah sesuai dengan teori bahwa jika air kapur bereaksi dengan CO2 akan
menghasilkan endapan kapur dengan reaksi :



Dengan
kata lain terbukti bahwa respirasi menghasilkan CO2 sebagai gas
buangan.
Pada
tabung kedua air kapur + PP, indikator PP berfungsi sebagai indikator yang
bersifat asam. Jika indikator PP ditambah gas atau larutan yang bersifat basa
maka akan berubah warna menjadi kemerahan.Hasil pada percobaan tidak sesuai
dengan teori dimana warna larutan air kapur + PP ditambah gas seharysnya menunjukkan warna
akhir merah muda bening tetapi pada percobaan warna akhir air berubah menjadi
bening dan tidak terdapat warna kemarahan,hal ini mungkin disebabkan karena
kurang lamanya probandus meniupkan nafasnya ke air kapur sehingga CO2
yang dihasilkan dari proses pernapasan belum bereaksi dengan PP.
Pada
tabung ketiga berisi air kapur + BTB sebelum dicampuri dengan air berubah warna
menjadi biru kemudian setelah ditambah BTB dan ditiup warna menjadi hijau. Hal
ini terjadi karena jika di dalam suasana asam BTB akan berubah menjadi warna
hijau. Sedang CO2 di dalam air bersifat asam, maka warna hijau
terjadi karena adanya CO2. Reaksi yang terjadi :


Sehingga larutan BTB
berwarna biru berubah menjadi hijau.
b.
Konsumsi oksigen
1.Analisa
Kuantitatif
Kecepatan respirasi dapat dihitung
dengan rumus :

s =
jarak (cm)
t =
waktu (menit)
·
Kecepatan Respirasi Jangkrik Besar ( massa
= 0,68 gram )
a.
Suhu normal
VJB (2
menit) =
cm/menit

VJB (4
menit) =
cm/menit

VJB (6
menit) =
cm/menit

VJB (8
menit) =
cm/menit

VJB (10
menit) =
cm/menit

Vrata-rata = 0,1215 cm/menit
b. Suhu panas
VJB (2 menit) =
cm/menit

VJB (4 menit) =
cm/menit

VJB (6 menit) =
cm/menit

VJB (8 menit) =
cm/menit

VJB (10 menit) =
cm/menit

Vrata-rata = 0,04825 cm/menit
c.Suhu dingin
VJB (2 menit)
=
cm/menit

VJB (4
menit) =
cm/menit

VJB
(6 menit) =
cm/menit

VJB
(8 menit) =
cm/menit

VJB
(10 menit) =
cm/menit

Vrata-rata
= 0,3328 cm/menit
·
Kecepatan Respirasi Jangkrik Kecil (
massa = 0,28 gram )
a.
Suhu normal
VJK (2
menit) =
cm/menit

VJK (4
menit) =
0925 cm/menit

VJK (6
menit) =
83 cm/menit

VJK (8
menit) =
0675 cm/menit

VJK (10
menit) =
cm/menit

Vrata-rata = 0,233 cm/menit
b.
Suhu panas
VJK (2
menit) =
cm/menit

VJK (4
menit) =
1 cm/menit

VJK (6
menit) =
15 cm/menit

VJK (8
menit) =
3125 cm/menit

VJK (10
menit) =
cm/menit

Vrata-rata = 0,06445 cm/menit
c.
Suhu dingin
VJK (2
menit) =
cm/menit

VJK (4
menit) =
05cm/menit

VJK (6
menit) =
046 cm/menit

VJK (8
menit) =
04 cm/menit

VJK (10
menit) =
cm/menit

Vrata-rata = 0,0432 cm/menit
2.Analisa Kualitatif
Pada
percobaan ini bertujuan untuk menghitung konsumsi oksigen hewan uji pada
respirasi,Mengetahui pengaruh berat badan terhadap penggunaan oksigen pada
makhluk hidup (jangkrik), mengetahui pengaruh suhu biasa terhadap penggunaan
oksigen pada makhluk hidup (jangkrik), mengetahui pengaruh suhu panas terhadap
penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik), mengetahui pengaruh suhu
dingin terhadap penggunaan oksigen pada makhluk hidup (jangkrik).
Respirometer sederhana
adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan pernapasan beberapa
macam organisme hidup seperti serangga, bunga, akar, kecambah yang segar. Jika
tidak ada perubahan suhu yang berarti, kecepatan pernapasan dapat dinyatakan dalam
ml/detik/g, yaitu banyaknya oksigen yang digunakan oleh makhluk percobaan tiap
1 gram berat tiap detik. Alat ini bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam
pernapasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida
yang dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang
tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang
tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan
udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler berskala.
Prinsip kerja
respirometer digunakan untuk mengukur laju konsumsi oksigen hewan-hewan seperti
katak atau mencit. Alat ini terdiri atas syringe, manometer, tabung specimen,
dan tabung control. Tabung specimen, tabung kapiler, kran 3 arah, syringe
saluran masuk saluran keluar, tabung specimen, tabung kontol dan manometer.
Kapas kecil dimasukan ke dalam tabung specimen dan ditetesi dengan larutan KOH 20% hingga jenuh, setelah itu kawat kasa dimasukan kedalam tabung specimen, kemudian hewan percobaan yang telah ditimbang beratnya dimasukan kedalamnya juga. Setelah itu pergerakan posisi larutan iod dapat diamati dan dapat dicatat. Fungsi dari larutan KOH adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan iodium benar-benar hanya disebabkan konsumsi oksigen. Selain KOH, Larutan Brodie juga merupakan komponen yang penting. Komponen larutan Brodie adalah NaI, stergent, dan evan’s blue. NaI merupakan senyawa yang sukar bereaksi, sehingga tidak akan timbul penyimpangan data yang didapat. Stergent merupakan senyawa mirip detergent yang menyebabkan pergerakan larutan Brodie di sepanjang pipa kapiler menjadi mudah karena tegangan permukaannya menjadi kecil. Evan’s blue merupakan senyawa yang menyebabkan larutan Brodie berwarna biru.Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH+CO2 K2CO3+H2O (chang,1996).
Kapas kecil dimasukan ke dalam tabung specimen dan ditetesi dengan larutan KOH 20% hingga jenuh, setelah itu kawat kasa dimasukan kedalam tabung specimen, kemudian hewan percobaan yang telah ditimbang beratnya dimasukan kedalamnya juga. Setelah itu pergerakan posisi larutan iod dapat diamati dan dapat dicatat. Fungsi dari larutan KOH adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan iodium benar-benar hanya disebabkan konsumsi oksigen. Selain KOH, Larutan Brodie juga merupakan komponen yang penting. Komponen larutan Brodie adalah NaI, stergent, dan evan’s blue. NaI merupakan senyawa yang sukar bereaksi, sehingga tidak akan timbul penyimpangan data yang didapat. Stergent merupakan senyawa mirip detergent yang menyebabkan pergerakan larutan Brodie di sepanjang pipa kapiler menjadi mudah karena tegangan permukaannya menjadi kecil. Evan’s blue merupakan senyawa yang menyebabkan larutan Brodie berwarna biru.Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH+CO2 K2CO3+H2O (chang,1996).

a.
Temperatur, pada suhu dingin, makhluk
hidup mengalami metabolisme yang lebih cepat untuk memanaskan tubuh sehingga
kebutuhan O2 lebih besar. Suhu dingin > suhu normal > suhu panas.
b.
Spesies hewan
c.
Ukuran badan, semakin kecil ukuran badan
maka semakin besar konsumsi O2.
d.
Aktivitas, semakin banyak aktivitas
hewan maka semakin banyak konsumsi O2.
Perbedaan jenis ini
tentu saja mengakibatkan perbedaan laju konsumsi oksigen, karena perbedaan
jenis tentu saja menunjukan perbedaan karakter morfologis seperti ukuran tubuh,
serta aktifitas yang dilakukan oleh masig-masing hewan tersebut. Walaupun
begitu literature menunjukan sesuatu mengenai laju konsumsi oksigen yaitu bahwa
suhu mempengaruhi besarnya laju konsumsi oksigen hal ini berkaitan dengan hukum
Van’t Hoff.
(http://na-lubna.blogspot.com/)
Dari hasil percobaan
dapat diketahui bahwa :
·
Jangkrik besar membutuhkan O2
yang lebih sedikit dibanding dengan jangkrik kecil,hal ini dilihat dari
kecepatan respirasi dari jangkrik besar dan jangkrik kecil pada suhu normal
yaitu kecepatan repirasi pada jangkrik besar sebesar o,1215cm/menit sedangkan
pada jangkrik kecil sebesar 0,233 cm/menit hal tersebut sesuai dengan teori
yaitu menurut teori jangkrik kecil lebih banyak mambutuhkan O2
karena memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga lebih lincah dan lebih
banyak aktivitas tubuhnya.
·
Pada suhu dingin kebutuhan O2
lebih sedikit daripada suhu normal. Hal ini dilihat pula dari kecepatan
respirasi pada jangkrik dimana kecepatan respirasi jangkrik pada suhu dingin
lebih besar dibandingkan dengan kecepatan respirasi pada suhu panas dan
normal,hal ini sesuai dengan teori bahwa pada suhu dingin kebutuhan O2 lebih
banyak daripada suhu normal karena makhluk hidup mengalami metabolisme yang
lebih tinggi untuk memanaskan tubuh sehingga kebutuhan O2 lebih
besar. Pada suhu panas kebutuhan O2 lebih besar daripada suhu normal,
hal ini sudah sesuai dengan teori.tetapi pada jangkrik kecil terjadi perbedaan
hasil praktikum dengan teori, dimana kecepatan respirasi jangkrik pada suhu
dingin lebih sedikit dibandingkan dsengan kecepatan respirasi pada suhu normal
dan suhu panas.
Ketidaksesuaian
dengan teori dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : kurang teliti
dalam mengamati waktu yang diperlukan dalam laju respirasi dan suhu air yang
digunakan tidak terlalu dingin.
c.
Laju respirasi
Ikan hidup di
air sehingga bernafas dengan menggunakan insang. Insang pada
ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum,
sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.
Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi
sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring
makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator (Anonim, 2008).
Pernafasan ikan berlangsung 2 tahap, yaitu tahap pemasukan (mulut ikan
membuka dan
tutup insang menutup sehingga air masuk rongga mulut, kemudian menuju
lembaraninsang, di sinilah oksigen yang larut dalam air diambil oleh darah,
selain itu darah jugamelepaskan karbondioksida dan uap air) dan tahap
pengeluaran (mulut menutup dan tutup insang membuka sehingga air dari rongga
mulut mengalir keluar melalui insang.Air yang dikeluarkan ini telah bercmpur
dengan CO2 dan uap air yang dilepaskan darah) (Ahmadi,
2008).
Dari percobaan
ini bertujuan untuk mengetahui laju
respirasi melalui pengamatan membuka menutupnya operculum pada ikan
koki dimana dengan variabel bebasnya adalah suhu. Menurut teori, bagi hewan
Homeoterm (contoh:mencit) suhu tidak begitu berpengaruh bagi laju respirasinya,
karena hewan tersebut memiliki termoregulasi yang baik sehingga dapat menyesuaikan
suhu tubuhnya agar tetap normal. Namun, bagi hewan poikloterm (contoh: ikan dan
kadal) suhu berperan penting dalam menentukan laju respirasinya. Suhu tubuh hewan poikloterm mengikuti suhu
lingkungannya (Ganong,1995). Ketika suhu tubuh melebihi normal, maka
pembuluh darah akan melebar dan aliran darah semakin cepat. Untuk mengalirkan
darah lebih cepat, jantung memerlukan energi lebih banyak. Sehingga tubuh
membutuhkan oksigen lebih banyak untuk oksidasi karbohidrat menjadi energi .
Hal ini menyebabkan laju respirasi meningkat.
a.
Ikan koki pada suhu normal
Pada ikan koki yang diletakkan pada
bejana yang berisi suhu normal, ikan mengalami suatu respirasi yang normal
dimana suhu tubuh dan suhu lingkungannya relatif konstans. Dari hasil
pengamatan diperoleh jumlah operculum dalam 5 menit, 10 menit dan 15 menit
secara berturut-turut adalah 274, 378, 385 dimana dari hasil tersebut diperoleh
laju respirasi rata-rata per 5 menit adala 69,134 menit.
b.
Ikan koki pada suhu panas
Pada
ikan koki yang diletakkan pada bejana yang berisi suhu panas, ikan mengalami
suatu respirasi yang tidak normal dimana suhu tubuh dan suhu lingkungannya
tidak sama, sehingga suhu tubuh hewan tersebut
mengikuti suhu lingkungannya (Ganong,1995). Ketika suhu tubuh melebihi
normal, maka pembuluh darah akan melebar dan aliran darah semakin cepat. Untuk
mengalirkan darah lebih cepat, jantung memerlukan energi lebih banyak.
Sehingga tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak untuk oksidasi karbohidrat menjadi
energi . Hal ini menyebabkan laju respirasi meningkat.
Dari
hasil pengamatan diperoleh jumlah operculum dalam 5 menit, 10 menit dan 15
menit secara berturut-turut adalah 186, 205, 217 dimana dari hasil tersebut
diperoleh laju respirasi rata-rata per 5 menit adalah 42,143 menit. Dari data
diatas, tidak sesuai dengan teori dimana seharusnya jumlah operkulum bertambah
banyak dari 5 menit sampai 15 menit, hal ini disebabkan dimungkinkan karena
suhu air panas turun dari suhu awal 5 menit pertama, sehingga suhu ikan
tersebut mendekati suhu konstan dengan air tersebut.
c.
Ikan koki pada suhu dingin
Pada
ikan koki yang diletakkan pada bejana yang berisi suhu dingin, ikan mengalami
suatu respirasi yang tidak normal dimana suhu tubuh dan suhu lingkungannya
berbeda, sehingga suhu tubuh hewan tersebut
mengikuti suhu lingkungannya. Dari hasil pengamatan diperoleh jumlah
operculum dalam 5 menit, 10 menit dan 15 menit secara berturut-turut adalah 219,
193, 220 dimana dari hasil tersebut diperoleh laju respirasi rata-rata per 5
menit adalah 42,134 menit. Suhu
yang dingin membuat ikan akan mengalami stress atau gejala hipotermia dimana
ikan akan mengalami susahnya melakukan respirasi sehingga dari setiap perlakuan
dalam 5 menit memiliki jumlah yang semakin sedikit, tetapi hal ini berbeda
dengan data pengamatan, yang mungkin dikarenakan karena suhu air dingin turun
dari suhu awal 5 menit pertama, sehingga suhu ikan tersebut mendekati suhu
konstan dengan air tersebut.
Dari ketiga perlakuan diatas, didapatkan kesesuaian
dengan teori bahwa laju respirasi yang berbeda dimana laju respirasi ikan pada
suhu hangat lebih tinggi dari pada perlakuan suhu netral dan dingin. Secara
berturu-turut dapat diurutkan laju repirasi dari besar ke kecil yaitu laju
respirasi panas>laju repirasi netral>laju respirasi dingin.
VII.Kesimpulan
1.
Dalam
hasil pernapasan mengandung CO2 dengan reaksi :

2.
Sebagai bukti adanya CO2 dalam
udara hasil respirasi, maka :
a.
Air
kapur ditiup

Berubah warna dari
putih jernih menjadi putih agak keruh dan terdapat endapan putih. Reaksi yang
terjadi yaitu :

b.
Air
kapur + PP ditiup


c.
Air
kapur + BTB ditiup

Berubah warna dari
warna awal biru menjadi warna hijau.
3.
Kebutuhan O2 untuk
metabolisme merupakan konsumsi oksigen
Beberapa
factor yang mempengaruhi laju kerja oksigen, adalah:
4.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
oksigen antara lain :
a.
Temperatur, pada suhu dingin, makhluk
hidup mengalami metabolisme yang lebih cepat untuk memanaskan tubuh sehingga
kebutuhan O2 lebih besar. Suhudingin > suhu normal > suhu panas.
b.
Spesies hewan
c.
Ukuran badan, semakin kecil ukuran badan
maka semakin besar konsumsi O2.
d.
Aktivitas, semakin banyak aktivitas
hewan maka semakin banyak konsumsi O2.
5.
Dari hasil percobaan diperoleh data :
·
Jangkrik besar membutuhkan O2
yang lebih banyak dibanding dengan jangkrik kecil, hal tersebut tidak sesuai
dengan teori.
·
Pada suhu dingin kebutuhan O2
lebih sedikit daripada suhu normal. Pada suhu panas kebutuhan O2 lebih besar daripada suhu normal, hal ini sudah sesuai dengan teori.
6.
Laju respirasi pada ikan dapat diamati
dengan membuka dan menutupnya operculum pada ikan.
7.
Dari hasil percobaan dapat diketahui
hasilnya bahwa laju respirasi panas>laju repirasi netral>laju respirasi
dingin. Hal ini sesuai dengan teori bahwa laju respirasi yang berbeda dimana
laju respirasi ikan pada suhu hangat lebih tinggi dari pada perlakuan suhu
netral dan dingin.
VIII.
Daftar
pustaka
Dunson,
W.A & C.R. Bramham. 1981. Evaporative
Water Loss and Oxygen Consumption of Three Small Lizards from the Florida
Keys: S phaerodactylus cinereus,S.notatus
and A nolis sagrei. Journal of Phisiological
Zoology.54 : 253-259
Dwijo,
S. 1987. Biologi. Jakarta :Erlangga
Campbell, N. A., Reece, J. B., Mitchell, L. G. 2002.
Biologi Jilid 3 Edisi 5. Jakarta:
Erlangga. p.64-65
Ganong, William F. 1995. Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC
Hedy,
S. 1988. Fisiologi Hewan. Bandung :
Djambatan
Sumanto.
1995. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Surakarta : UNS Press
Sumanto.
1996. Fisiologi Hewan. Surakarta :
UNS Press
Wulangi,S. 1993.
Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan.
Jakarta : Depdikbud
IX.
Lampiran
Satu
lembar laporan sementara Kandungan Udara Pernapasan dan Konsumsi Oksigen
Satu
lembar laporan sementara Laju Respirasi
Surakarta, 23 April 2012
Mengetahui,
Asisten Praktikan
( ) (Istiqomah
Wahyu P)