BUDAYA MENULIS
A. SEJARAH BUDAYA MENULIS
Sejarah pun dimulai karena adanya rekaman tulisan dan keberadaan budaya manusia sebelum dikenal melalui tulisan mulai dari zaman prasejarah. Setelah itu adanya zaman sejarah diawali
Seorang arkaelogis, Denise Schmandt Besserat, mengungkapkan bahwa ada hubungan antara koin-koin bersimbol (tokens) yang terbuat dari tanah liat–yang ditemukan pada kebudayaan kuno–dengan tulisan pertama (cuneiform). Token-token dengan simbol-simbol yang berbeda membuktikan bahwa ada kegiatan pencetakan dan tentunya membutuhkan beberapa simbol atau tanda. Oleh karena itu, bisa jadi token-token itulah prototipe pertama akan sebuah simbol teks.
Kebudayaan menulis bisa ditemukan di daerah Mesopotamia dengan menggunakan bentuk-bentuk segitiga yang terbuat dari tanah liat pada milenium ke-4 sebelum masehi.
“Writing” adalah representasi bahasa pada media tekstual dengan menggunakan beberapa tanda atau simbol (yang dikenal sebagai sistem kepenulisan). Budaya menulis dimulai sebagai akibat dari kebutuhan akuntansi. Pada masa milenium ke-4 sebelum masehi, kompleksitas perdagangan dan perkembangan administrasi membutuhkan kapasitas memori yang lumayan banyak, dan tulisan pada akhirnya menjadi salah satu metode perekaman tepercaya yang permanen.
Dalam bahasa Inggris, ‘writing’ merujuk kepada dua hal, yaitu sebagai kata benda (tulisan) dan sebagai kata kerja (menulis). Kegiatan menulis sehingga menghasilkan tulisan adalah proses pembentukan kata-kata pada sebuah media, sehingga lahirlah teks-teks. Orang yang menulis pada akhirnya disebut sebagai penulis. Sesuai perkembangan zaman, lahirlah beberapa profesi spesifik yang berkaitan dengan dunia kepenulisan seperti penyair, penulis esai, novelis, penulis drama, jurnalis, dan lain-lain.
Di luar itu ada orang-orang yang dikenal sebagai penerjemah dan ghost writer. Sementara orang yang mengelola hasil tulisan secara estetika dan atau tanpa gambar dikenal dengan kaligrafer (pembuat kaligrafi) dan desainer grafis.
Boleh dibilang, yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah menulis. Meski kemudian ada anekdot bahwa monyet pun bisa menulis, tetapi hasil tulisannya sangat tidak mungkin menyamai tulisan manusia. Begitu pula dengan beberapa spekulan yang mengatakan bahwa makhluk luar angkasalah yang pertama kali memperkenalkan tulisan. Apapun pendapat yang muncul, fakta membuktikan bahwa tulisan yang dikenal sepanjang masa adalah karya manusia.
B. MENULIS MENURUT ISLAM
Selama ini, yang sering terdengar dalam pengajian-pengajian maupun ceramah-ceramah agama adalah perintah membaca. Surah al-alaq tentulah menjadi landasan itu semua. Menurut lima ayat pertama firman Allah tersebut, seorang muslim haruslah membaca dengan menyebut nama Tuhannya.
Membaca disini, menurut para ahli tafsir, tidaklah terbatas pada membaca rangkaian tulisan tetapi membaca alam dan seluruh kejadian dan perihal yang ada didalamnya.
Ini dibuktikan dengan pembacaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri. Nabi yang ummi, dalam pengertian tidak dapat membaca dan menulis, dengan “cerdas” mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada pada zamannya mengalahkan mereka yang mampu membaca dan menulis. Artinya, Nabi Muhammad mampu membaca alam dan perihal yang ada didalamnya. Itulah penyebab mengapa kata Iqra’ diartikan membaca alam dan sekitarnya, tidak terbatas pada pembacaan rangkaian tulisan yang membentuk kata dan kalimat.
Dalam teks al-qur’an perintah menulis tidaklah ada kecuali menulis permasalahan hutang piutang. Namun secara konteks dapat dipahami bahwa menulis merupakan “kewajiban” dengan adanya perintah kewajiban membaca. Apa yang akan dibaca, bagi mereka yang tidak mampu membaca alam, kecuali dengan tulisan? Toh, dengan tulisan manusia mampu menyalurkan ide-idenya dan juga ajaran-ajaran Allah.
Tulisan begitu berguna bagi kehidupan masyarakat. Tulisanlah yang menjadikan al-Qur’an dapat kita sampai saat ini.
Jika memang demikian halnya, menulis pun haruslah digalakkan dalam pengertian diwajibkan. Tidak hanya bagi kaum akademisi saja. Pengusaha, menteri, presiden, ustadz, bahkan ibu rumah tangga pun seharusnya menulis buku. Tukang becak, satpam, polisi, supir angkot, seharusnya menulis buku. Dengan begitu, buku-buku mengenai segala macam profesi dapat dengan mudah kita temui dan dapatkan.
C. BERKEMBANGNYA BUDAYA MENULIS
Tulisan adalah segala sesuatu yang kita tulis, baik itu angka, huruf, atau simbol. Saat ini tulisan telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Karena salah satu alat komunikasi yang telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu ialah tulisan. Apalagi bagi seorang pelajar, tulisan adalah teman dalam mencari ilmu. Buktinya, hal pertama yng harus kita kuasai adalah menulis dan membaca.
Bersyukurlah karena kita hidup di zaman seperti ini. Dulu, manusia belum mengenal huruf a, b, c, ataupun angka 1, 2, 3, karena huruf yang digunakan saat itu berbeda dengan sekarang. Bahkan masing-masing daerah mempunyai huruf yang berlainan. Jadi, jangan harap bisa saling mengirim surat dengan orang yang berbeda daerah. Berbeda dengan sekarang yang sudah mengakui satu jenis huruf secara internasional. Huruf ini mempunyai 26 jenis simbol yang umumnya disebut abjad .
Sebenarnya, abjad yang kita kenal saat ini berasal dari bangsa Kanaan di Palestina sekira 3.000 tahun yang lalu. Untuk menggantikan ratusan simbol, diciptakan sekira 20 sampai 30 jenis tanda. Tanda-tanda itu kemudian berevolusi sehingga menjadi bentuk yang sekarang dan hanya berjumlah 26. So, korespondensi dengan orang luar daerah bukan masalah lagi bagi kita.
Selain abjad a, b, c, d, ada banyak sekali huruf yang digunakan oleh manusia. Walaupun sebagian huruf itu sudah tidak digunakan lagi saat ini, seperti huruf pallawa, hieroglyph, atau huruf paku . Ada pula beberapa jenis huruf yang masih digunakan hingga sekarang, seperti huruf hijaiyah yang digunakan dalam Alquran merupakan huruf asli bangsa Arab. Atau orang-orang Cina yang masih menggunakan sejenis huruf pictogram warisan leluhurnya.
Huruf hieroglyph merupakan salah satu huruf tertua di dunia. Huruf ini berasal dari Mesir dan sudah dikenal sejak 4.000 tahun SM. Uniknya, huruf ini menggunakan gambar mata, burung, tangan bahkan kaki sebagai simbol. Huruf ini lalu berkembang menjadi dua bentuk, yaitu hieratis dan demotis. Di mana bentuk hieratis digunakan oleh kaum pendeta dan bentuk demotis digunakan oleh masyarakat umum.
Huruf ini sempat terlupakan oleh masyarakat Mesir. Hal ini terjadi karena kepercayaannya diusik oleh bangsa Romawi. Tetapi, saat pendudukan Prancis terhadap Mesir berlangsung, huruf itu berhasil dibaca kembali oleh Jean Francois Champollion sekira tahun 1800-an.
Ada lagi bangsa lain yang sudah mengenal tulisan sejak tahun 3.000 SM, yaitu bangsa Sumeria. Huruf yang digunakan saat itu ialah huruf paku yang digambar dengan garis lurus. Salah satu rajanya yang bernama Hammurabi (1955-1912 SM) berhasil membuat undang-undang tertulis pertama di dunia. Undang-undang itu dikenal dengan sebuitan Codex Hammurabi dan berisi tentang hukum pidana, perdata, perdagangan, serta hak dan kewajiban rakyat terhadap negara. Hukum ini ditulis pada sebuah batu prasasti yang terletak di tengah-tengah Kota Babylonia.
Lain lagi dengan masyarakat Cina yang menggunakan tulisan sebagai alat komunikasi antar daerah. Dulu, masyarakat Cina tidak bisa berbicara dengan orang yang berbeda daerah karena bahasa mereka berbeda-beda. Tetapi karena kebudayaannya sama, tulisan mereka pun sama, sehingga mereka pun tetap bisa berkomunikasi. Tulisan itu dikenal sejak 1500 tahun SM.
Dalam hal tulis menulis, bangsa Indonesia pun tak kalah bersaing dengan bangsa lain. Buktinya, Kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan tertua di Nusantara sudah mengenal huruf pallawa. Huruf ini terukir di 7 buah prasasti yang pernah ditemukan.
Hampir semua kerajaan di Indonesia sudah mengenal tulisan, bahkan beberapa di antaranya mempunyai pujangga-pujangga yang andal dalam menulis cerita. Nah, bukti-bukti di atas menunjukkan bahwa tulisan merupakan sebuah teknologi yang akan terus berkembang sepanjang zaman.
Kita memang sangat diuntungkan dengan ditemukannya tulisan. Tanpa tulisan kita tentu akan kerepotan karena segalanya diucapkan secara lisan. Namun, apalah arti sebuah tulisan jika tak ada yang mau membacanya.
Cita-cita tidak akan dicapai tanpa pelaksanaan. Begitu pula halnya dengan program Budaya Menulis, tidak akan pernah tercapai jika tidak dilaksanakan. Inilah saatnya, pembudayaan kepenulisan.
Sejak kecil anak-anak dirangsang untuk mahir menuliskan kejadian-kejadian yang dialaminya. Kapan ia mulai bisa berjalan, berlari, naik sepeda, mulai sekolah dan seterusnya. Begitu pula remaja, orang tua, dan seterusnya. Tidak membedakan jenis kelamin, umur, ras, dan agama. Tidak membedakan profesi, jabatan, dan kalangan. Budaya menulis harus dimulai seiring dengan pembudayaan membaca.
Dengan manfaat yang begitu banyak, pantaslah kiranya kita membudidayakan menulis. Seiring maraknya program budidaya membaca, program budidaya menulis kiranya perlu di agendakan untuk “mengabadikan” ilmu-ilmu para pendahulu.
Begitu banyak orang yang cerdas meninggalkan kehidupan beserta kecerdasannya. Ia tidak mewarisi kecerdasannya untuk para generasi setelahnya. Setidaknya, itulah yang menjadi landasan program budidaya menulis buku ini.
Selanjutnya, dengan maraknya kepenulisan buku, tentunya program mencerdaskan generasi bangsa dapat terwujudkan dan terealisasikan. Kelak, jika program ini dapat dilaksanakan, kita akan melihat anak-anak bangsa yang berkiprah dalam keilmuan dunia. Sumber daya alam akan digerakkan oleh anak-anak pribumi. Amboi, begitu indahnya.
Bahwa budaya menulis sangat bermanfaat kita semua, khususnya pada generasi bangsa agar terciptanya generasi bangsa yang cerdas, maka dari itu kita harus tetap membudidayakan budaya menulis.
D. MANFAAT MENULIS
Menulis Itu Sedekah !
Ya, menulis adalah sedekah. Dengan menulis kita dapat berbagi kebahagiaan, suka cita, pengalaman dan cerita. Dengan menulis kita dapat memberi pelajaran pada generasi selanjutnya, menyampaikan ajaran-ajaran Allah agar tidak lenyap dan hilang, mendokumentasikan kenangan-kenangan indah.
Bukankah dengan begitu, kita terhitung sebagai orang yang berbagi atau dalam bahasa agamanya bersedekah?
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah” begitulah sabda nabi.
Menulis lebih baik daripada hanya sekedar membaca. Berbagi pengalaman lebih indah sebagai bahan pembelajaran daripada hanya mendengar pengalaman orang lain. Mengajari lebih mulia dari pada diajari. Menulislah,itu adalah sedekah.
Post a Comment for "Budaya Menulis"